Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Calon presiden Prabowo Subianto dinilai lebih emosional dibanding rivalnya, Joko Widodo. Penilaian itu diberikan oleh sejumlah psikolog dan merujuk pada survei kepribadian pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dengan responden para psikolog.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menjelaskan, jika diukur dengan angka 1-10, maka poin untuk stabilitas emosi Prabowo berada pada angka 5,16. Adapun Jokowi 7,60 dalam hal ketenangan dalam menghadapi persoalan yang berat. Sementara itu, cawapres Hatta Rajasa mendapat poin 6,48 dan Jusuf Kalla mendapat poin 7,51.
"Jadi soal stabilitas emosi, Jokowi relatif lebih stabil dibanding Prabowo," kata Hamdi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (3/6/2014).
Dalam hal kemampuan menyelesaikan persoalan pelik, poin untuk Jokowi juga lebih tinggi dibanding Prabowo. Jokowi mendapat poin 7,83 dan Prabowo 6,23 poin. Adapun Kalla mendapat poin 7,86 dan Hatta 5,99.
Dalam survei ini, dikaji juga mengenai besarnya motivasi berkuasa untuk masing-masing pasangan capres-cawapres. Di antara Prabowo dan Jokowi, Prabowo dinilai lebih berambisi untuk berkuasa dengan poin 8,64, sedangkan Jokowi diberi poin 6,10.
"Untuk cawapres, Jusuf Kalla lebih berambisi untuk berkuasa dengan 7,31 poin dibanding Hatta Rajasa dengan 7,17 poin," ujar Hamdi.
Dalam kesempatan yang sama, staf pengajar psikologi Universitas Padjajaran, Zainal Abidin, menilai ada kemungkinan timpangnya hasil survei kepribadian tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi dari responden yang seluruhnya adalah psikolog. Secara khusus, ia berkeyakinan bahwa para psikolog tak terlalu mengenal para tokoh yang disurvei, misalnya Hatta Rajasa.
"Saya bukannya membela, tapi bisa saja demikian. Apalagi survei dilakukan sebelum debat antarcawapres," ucap Zainal.
Dekan Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara, JAA Rumeser mengatakan, sifat calon pemimpin perlu diketahui oleh publik guna mendapatkan referensi memilih yang sempurna. Akan tetapi, ia berpendapat bahwa ada yang lebih penting ketimbang sifat, yakni perilaku.
"Perilaku memberi contoh, memberi inspirasi, men-challenge proses, membuat orang lain mampu, dan perilaku yang mampu menyentuh hati. Karena menggerakkan itu bukan ke dalam pikiran, tapi ke perasaan," ujarnya.
Di akhir diskusi, Hamdi menyampaikan bahwa dirinya sepakat bahwa kepribadian tak dapat diukur. Ia jelaskan, semangat dari penelitian ini adalah untuk mengobati kerinduan masyarakat yang ingin mendapat gambaran kepribadian dari masing-masing calon pemimpinnya.
Responden survei ini adalah 204 psikolog dari berbagai latar belakang dan didominasi oleh akademisi. Jumlah 204 psikolog dari seluruh Indonesia dianggap telah mewakili karena 80 persen psikolog berada di Pulau Jawa. Data diambil pada 18-27 Juni 2014.
Karena tak memiliki akses bertatap muka, maka penilaian dilakukan secara jarak jauh dengan merujuk pada rekaman pidato, rekaman wawancara, biografi, dan peristiwa penting dalam hidup yang dialami masing-masing figur. Mengenai aspek penilaian, tim survei menitikberatkan pada beberapa hal, di antaranya motivasi sosial, sifat, stabilitas emosi, jiwa kepemimpinan, dan cara pengambilan keputusan. (Indra Akuntono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News