kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Surplus Neraca Perdagangan Diperkirakan Bakal Turun Pada September 2022


Minggu, 16 Oktober 2022 / 16:23 WIB
Surplus Neraca Perdagangan Diperkirakan Bakal Turun Pada September 2022
ILUSTRASI. Neraca perdagangan masih akan mencetak surplus pada September 2022. Meski begitu, nilai surplus dagang diprediksi turun dari bulan sebelumnya.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan masih akan mencetak surplus pada September 2022. Meski begitu, nilai surplus dagang diprediksi turun dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 5,7 miliar.

Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memproyeksikan, surplus neraca perdagangan pada September 2022 akan sebesar US$ 5 miliar. Penurunan ini diakibatkan kondisi impor dan ekspor pada periode tersebut menurun.

Untuk impor, Damhuri menyebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi impor dalam negeri mengalami kontraksi. Salah satunya karena inflasi Indonesia pada September 2022 melonjak menjadi 1,17% month to month (mtm) dan 5,95% secara tahunan atau year on year (yoy).

Melonjaknya inflasi ini berasal dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan penyesuaian tarif transportasi. Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga dan biaya distribusi juga meningkatkan harga komponen perumahan, jasa makanan, dan restoran.

Baca Juga: Pelemahan Rupiah Makin Dalam, Eksportir Mendapat Untung?

Di sisi lain, meningkatnya kekhawatiran perlambatan ekonomi yang dapat menekan permintaan minyak ditambah dengan kuatnya dolar AS menciptakan tekanan pada pergerakan harga minyak. Harga minyak rata-rata global turun 8,9% mom pada bulan September (vs-10,3% pada 22 Agustus), menunjukkan kontraksi bulanan selama 4 bulan berturut-turut.

“Sehingga berdasarkan latar belakang ini, kami memperkirakan impor September tumbuh lebih lemah,” tutur Damhuri kepada Kontan.co.id, Minggu (16/10).

Sementara itu, untuk ekspor, indikator ekonomi atau Leading Economic Indicator (LEI) menunjukan bahwa negara-negara tujuan perdagangan Indonesia akan menghadapi kemunduran dalam waktu dekat. LEI yang anjlok sebesar -6,4% yoy menunjukkan kontraksi tahunan selama lima bulan berturut-turut.

Meningkatnya risiko resesi global akan membebani prospek ekspor Indonesia dalam jangka menengah yang lebih ketat. Selain itu, meningkatnya risiko resesi global akan membebani prospek ekspor Indonesia dalam jangka menengah.

Damhuri juga menyoroti tekanan inflasi ke depan masih akan sangat tinggi, sebab Sebagian besar bank sentral akan terus menaikkan suku bunga. Menurutnya, inflasi yang tinggi tersebut akan memperlambat pengeluaran, melemahkan pasar tenaga kerja dan meningkatkan risiko resesi.

Kemudian, harga beberapa komoditas seperti minyak sawit, karet, tembaga, dan emas juga memudar. Meski begitu, menurutnya, kebijakan tarif nol persen pungutan ekspor produk kelapa sawit dan harga batubara yang tinggi akan mendukung momentum ekspor dalam jangka pendek.

Damhuri memperkirakan ekspor Indonesia akan mencapai US$  26,9 miliar pada September 2022, dengan impor mencapai US$  21,9 miliar.

“Sehingga menjadi surplus perdagangan sebesar US$  5,0 miliar pada September 2022,” imbuh Damhuri.

Baca Juga: Ekonom Memprediksi Defisit Neraca Jasa Bakal Melebar pada 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×