kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Subsidi Energi Diperkirakan Membengkak Hingga Tahun 2022, Ini Penyebabnya


Senin, 27 Desember 2021 / 14:23 WIB
Subsidi Energi Diperkirakan Membengkak Hingga Tahun 2022, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Warga mememriksa meteran kebutuhan listrik di rumah susun Petamburan, Jakarta. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat, realisasi subsidi energi hingga November 2021 mencapai Rp 102,5 triliun, atau setara dengan 92,7% dari pagu anggaran tahun ini. Posisi ini bahkan naik 15,7% dari periode yang sama tahun 2020 yang sebesar Rp 88,6 triliun 

Peneliti Institute of Development and Economics Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, di sisa akhir 2021 ini kemungkinan realisasi subsidi energi akan melebihi pagu anggaran tahun 2021. 

Perkiraan ini seiring dengan harga komoditas yang masih tinggi dan membuat anggaran subsidi energi semakin melonjak.

“Dengan tren harga minyak mentah dan bahan baku gas LPG saat ini, juga meningkatnya konsumsi BBM & LPG di akhir tahun, potensi melonjaknya subsidi energi akan makin besar,” kata Abra kepada Kontan.co.id, Senin (27/12).

Selain itu, naiknya subsidi energi tidak hanya dari sisi harga, Abra menilai volume konsumsi juga akan turut membuat subsidi energi membengkak. Abra juga meminta pemerintah untuk mengantisipasi volume konsumsi energi masyarakat pada tahun 2022. 

Baca Juga: Tak Perlu Panic Buying, Pertamina Pastikan Pasokan BBM dan Elpiji Aman

Sebab jika diamati, kondisi di 2021 ini saja sangat berbeda dibandingkan di 2020.

Di 2020 konsumsi energi masyarakat baik listrik maupun gas LPG mengalami penurunan, sementara di 2021 mengalami kenaikan seiring pemulihan ekonomi. 

Sehingga terjadi penambahan anggaran di APBN baik dari sisi harga maupun dari sisi volume pemakaian atau konsumsi energi tersebut.

Kemudian, Abra memperkirakan di tahun 2022 nanti, pemerintah  perlu mewaspadai commodity super cycle atau periode di mana harga-harga komoditas mengalami kenaikan dalam waktu panjang. 

Artinya siklus harga komoditas energi ini masih akan tetap tinggi di 2022, karena adanya ekspektasi terjadinya pemulihan ekonomi di dunia.

Baca Juga: Bebani APBN, Subsidi Energi Melonjak Hingga Rp 102,5 Triliun pada November 2021

“Permintaan terhadap energi akan meningkat, sehingga akan memicu terjadinya harga komoditas energi yang tinggi. Sehingga jika pemerintah masih dengan ketetapan asumsi makro saat ini khususnya terhadap harga komoditas energi lain, ini juga rawan terhadap jebolnya anggaran subsidi energi kita di tahun mendatang,” papar Abra.

Abra juga khawatir, di 2022 nanti akan ada kerawanan dalam menghadapi subsidi energi yang melebihi pagu APBN 2022. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×