Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Tekanan harga minyak hingga akhir 2008 diperkirakan bakal terus mendera perekonomian dunia dan nasional. Terpaan itu bahkan tak akan berakhir hingga akhir 2008, pada 2009 tekanan harga minyak mentah dunia masih akan terasa bahkan diprediksi akan lebih kuat.
Di 2008, kenaikan harga minyak mentah dunia akan membuat realisasi subsidi energi hingga akhir tahun 2008 diperkirakan bakal mencapai Rp 290-300 triliun. Kenaikan subsidi yang fantastis tersebut akan menambah beban defisit subsidi energi sebesar Rp 80-90 triliun dari total subsidi energi pada APBN Perubahan 2008 sebesar Rp 199,1 triliun.
Tekanan yang kuat pada APBN, dikarenakan adanya lonjakan konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun 2008 oleh masyarakat yang diperkirakan sebesar 43 juta kiloliter, naik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 39 juta kiloliter. Sepertinya, tekanan harga kebutuhan pokok dan naiknya harga BBM baik yang bersubsidi maupun yang non subsidi membuat masyarakat beralih dari menggunakan pertamax yang mahal ke premium yang jauh lebih murah.
Prediksi-prediksi itu diungkapkan oleh beberapa ekonom Institute for development economic and finance (Indef). Proyeksi membengkaknya realisasi subsidi ini sudah mencakup perhitungan asumsi harga minyak dunia rata-rata sebesar US$ 140 per barrel, harga premium Rp 6.000, solar Rp 5.500, dan harga minyak tanah Rp 2.500, serta konsumsi BBM bersubsidi sebesar 43 juta kiloliter.
"Hingga akhir tahun 2008, tekanan fiskal akan terus berlanjut," ujar Ekonom Indef M Ikhsan Modjo dalam paparan kajian tengah tahun Indef 2008 di Jakarta, Kamis (10/7). Kenaikan harga minyak mentah secara global dan meningkatkan konsumsi BBM bersubsidi menjadi biang kerok kenapa hal ini bisa terjadi. Perbedaan yang tajam antara harga BBM di dalam negeri dan di luar negeri juga akan mendorong peningkatan penyelundupan.
Sementara itu, ekonom Indef yang lain, Ahmad Erani Yustika mengatakan bahwa ke depan ekonomi Indonesia masih akan dihadapkan pada isu kenaikan harga minyak mentah termasuk juga peningkatan harga pangan. Dia memperkirakan harga minyak pada 2008 ini bahkan akan tembus pada kisaran US$ 150 sampai US$ 160 per barrel. "Kurangnya produksi minyak oleh OPEC, spekulasi, dan ketegangan di Timur Tengah menjadi faktor pendorong," ujar Erani dalam kesempatan yang sama. Untuk itu, ia berharap pemerintah mampu merumuskan asumsi harga minyak yang paling realistis di 2009.
Beratnya tekanan harga minyak juga diungkapkan oleh Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Prijambodo. Ia mengatakan, sesuai prediksi Departemen Energi Amerika (EIA) pada keseluruhan 2009 minyak mentah dunia masih dalam kisaran US$ 133 per barrel (West Texas Intermediate (WTI), sedangkan pada keseluruhan 2008 minyak mentah diprediksi pada kisaran harga US$ 127 per barrel. Kurangnya produksi dan tingginya permintaan menjadi faktor penyebab. "Ini adalah prediksi terakhir EIA," kata Bambang Prijambodo.
Walaupun begitu, Bambang masih optimis bahwa tekanan harga minyak di 2008 dan 2009 masih dapat diatasi oleh Indonesia. Indonesia masih mempunyai kesempatan dan potensi di bidang pertanian dan pertambangan untuk bisa menopang masalah itu. Apalagi, menurut Bambang prediksi ini tidak bisa ditelan mentah-mentah, karena tidak ada orang atau badan memprediksi dengan tepat harga minyak mentah dunia.
"Kita harus meningkatkan nilai tambah sumber daya alam sehingga nilai tawar kita meningkat. Kalau ini bisa kita manfaatkan dan stabilitas terjaga, maka kita masih bisa dengan sukses melalui 2009," kata Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News