Sumber: Andri Setyawan | Editor: Test Test
JAKARTA. Pemerintah berniat menekan penggunaan bahan bakar minyak (BBM), sebagai jalan untuk mengurangi dampak kenaikan harga minyak dunia. Caranya bisa bermacam-macam. Cuma yang populer dilakukan saat ini adalah mempercepat konversi BBM ke gas.
Sejauh ini, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro optimistis bahwa pemerintah bisa melakukan itu semua. "Kami juga akan memberi penghargaan bagi pengusaha yang bersedia menggunakan bahan bakar nabati," katanya, kemarin (5/11).
Masalahnya, harapan itu justru bertolak belakang dengan realisasinya. Simak saja prediksi Pertamina bahwa penggunaan BBM justru akan meningkat seiring dengan penjualan industri otomotif yang naik sebesar 30%. Sumbangan kenaikan terbesar berasal dari bensin. Pertamina memperkirakan penggunaan bensin naik 0,8 juta kiloliter dari target 16,6 juta kiloliter menjadi sebesar 17,4 juta kiloliter pada tahun ini. Angka itu memang baru perkiraan, dan realisasinya perlu kita tunggu sampai akhir tahun nanti.
Anggota Komisi VII DPR, Dito Ganinduto setuju bahwa konsumsi BBM bersubsidi untuk rumah tangga dan transportasi. Misalnya dengan mengurangi konsumsi minyak tanah dengan cara mempercepat program konversi minyak tanah ke elpiji. Sedangkan, di sektor transportasi, adalah dengan cara membatasi kendaraan yang mengisi BBM bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Misalnya, dengan melarang mobil mewah dan kendaraan pribadi membeli bensin di SPBU. "Sebaiknya hanya kendaraan roda dua dan angkutan umum yang boleh mengisi BBM bersubsidi, sedangkan kendaraan pribadi apalagi mewah, diharuskan mengisi BBM nonsubsidi," katanya.
Produksi harus sesuai
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI Hafiz Zawawi bilang biar subsidi di APBN yang membengkak itu tetap bisa terbayar, asumsi di APBN Perubahan harus terpenuhi. Yaitu target produksi minyak sebesar 950.000 barel per hari, dan target konsumsi juga tidak boleh meleset. "Tapi semua perhitungan masih perkiraan karena tahun 2007 kan belum habis," tandasnya.
Dalam hitungan Hafiz, setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 dolar per barel, negara mendapat untung dari ekspor minyak sebesar Rp 40 miliar-50 miliar. Dengan demikian, berapapun pembengkakan subsidi, selama dua sabuk pengaman tersebut tidak jebol, Hafiz yakin APBN 2007 masih bisa menutup pembengkakan subsidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News