Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Pertama, pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan proses bisnis pelayanan di DJP serta mengikuti perkembangan teknologi.
Kedua, biaya pengembangan awal yang lebih dapat direalisasikan dan memaksimalkan teknologi perpajakan terkini melalui sinkronisasi dengan Core Tax Administration System (CTAS).
Perlu diketahui, Kementerian Keuangan telah membentuk Tim Pelaksana Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan yang salah satu tugasnya adalah mengadakan sistem informasi DJP yang baru dan andal untuk menggantikan sistem informasi yang dimiliki DJP saat ini dan telah usang.
Ketiga, implementasi digitalisasi layanan? dapat dilakukan dalam jangka waktu yang?lebih cepat dengan mengedepankan efisiensi biaya pada organisasi dan pengguna layanan. Keempat, meningkatkan kepuasan pengguna layanan perpajakan, kepatuhan wajib pajak, dan menyederhanakan administrasi perpajakan.
Baca Juga: Sri Mulyani perkirakan, penerimaan negara tahun ini bisa turun 15%
Kelilma, memberikan keseragaman kebijakan pelayanan perpajakan memudahkan pengawasan penyelesaian permohonan wajib pajak, dan memberikan pilihan kepada pengguna layanan dalam kondisi tertentu.
Sebagai catatan, data APBN 2020 menunjukkan hingga akhir November realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 925,3 triliun. Angkat tersebut baru mencapai 76,8% dari target yang akhir tahun sebagaimana diamatkan dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.198,8 triliun.
Secara rinci, komponen penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas hingga November 2020 sebesar Rp 29,2 triliun, kontraksi hingga 44,8% dibandingkan realisasi di periode sama tahun lalu senilai Rp 52,8 triliun. Sementara, pajak non-migas sepanjang Januari-November 2020 realisasinya sebesar Rp 896,2 triliun, tumbuh minus 17,3% year on year (yoy).
Selanjutnya: Penerimaan pajak bumi dan bangunan sudah lewati target tahun 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News