kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Status Akan Jadi DKJ, Jakarta Tetap Akan Pusat Bisnis yang Kuat


Rabu, 13 November 2024 / 18:34 WIB
Status Akan Jadi DKJ, Jakarta Tetap Akan Pusat Bisnis yang Kuat
ILUSTRASI. Status Jakarta akan berubah dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Status Jakarta akan berubah dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Ini seiring rencana perpindahan ibukota ke Nusantara.

Ekonom dari Center of Reform on Economic (Core), Yusuf Rendy menilai perubahan status Jakarta dari DKI menjadi DKJ tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas pengusaha di Jakarta.

“Jakarta tetap memiliki infrastruktur bisnis yang mapan, akses transportasi yang terintegrasi, dan ekosistem bisnis yang telah mengakar kuat selama puluhan tahun,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (13/11).

Menurut Rendy, meski tidak lagi menyandang status ibukota, Jakarta masih memiliki keunggulan kompetitif sebagai pusat bisnis dan keuangan terbesar di Indonesia.

Para pengusaha cenderung melihat potensi bisnis dari aspek infrastruktur, kemudahan perizinan dan akses pasar, bukan semata-mata status administratif sebuah kota.

Baca Juga: Revisi RUU DKJ, Pengamat: Tanpa Status Ibu Kota, Jakarta Tetap Pusat Ekonomi Nasional

Di sisi lain, kata Rendy, terkait sumber penerimaan daerah akan ada penyesuaian dari sisi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebelumnya didapat karena status ibukota.

“Namun, hal ini tidak akan terlalu berpengaruh mengingat sebagian besar pendapatan Jakarta berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah,” ungkapnya.

Rendy menyebutkan, berdasarkan data historis, kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta mencapai lebih dari 70% dari total APBD, yang menunjukkan tingkat kemandirian fiskal yang tinggi. Selain itu, aktivitas ekonomi yang tetap berjalan akan terus menghasilkan pendapatan dari sektor pajak, seperti PBB, BPHTB, pajak restoran, dan pajak hiburan.

Lebih lanjut, Rendy menambahkan, untuk menggenjot penerimaan pasca tak lagi menjadi ibukota, terdapat beberapa opsi strategis yang bisa diimplementasikan. Pertama, Jakarta dapat memaksimalkan potensi sebagai pusat bisnis dan keuangan dengan memberikan insentif pajak yang menarik bagi investor baru.

Kedua, pengembangan kawasan bekas perkantoran pemerintah menjadi area komersial bernilai tinggi dapat menciptakan sumber pendapatan baru.

Baca Juga: Rapat Paripurna Setujui Revisi UU Daerah Khusus Jakarta Jadi Usul Inisiatif DPR

Ketiga, optimalisasi aset-aset daerah melalui kerjasama dengan pihak swasta dapat meningkatkan PAD. Keempat, pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang selama ini belum dimaksimalkan dapat menjadi sumber penerimaan alternatif.

“Yang tidak kalah penting, efisiensi birokrasi dan digitalisasi layanan publik dapat membantu mengoptimalkan pengeluaran sekaligus meningkatkan pendapatan dari sektor jasa layanan publik,” tandasnya.

Selanjutnya: Aksi Antam (ANTM) Garap Sejumlah Proyek Hilirisasi Hingga Beli Emas Freeport

Menarik Dibaca: Hujan Intensitas Sedang Guyur Daerah Ini, Simak Prakiraan Cuaca Besok di Banten

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×