Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian ekonomi global makin terasa. Bahkan, ketidakpastian tersebut berpotensi menyundut terjadinya krisis pangan dan energi, serta krisis utang di berbagai negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih akanĀ mewaspadai pergerakan harga minyak ke depannya. Lantaran jika harga minyak kembali ke atas US$ 100 per barel makan anggaran subsidi berpotensi jebol hingga Rp 680 triliun.
"Kita menaikkan subsidi BBM dan energi dari Rp 152 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan bahkan kemungkinan karena harga minyak kursnya berubah, sekarang di Rp 14.800 kemudian harga minyak yang tadinya kita estimate untuk Rp 502 triliun itu, ternyata pada bulan Juli kemarin melambung sampai US$ 126 per barel, walaupun hari ini turun lagi ke US$ 94 per barel," ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan 100 Ekonomi Indonesia 2022, Rabu (7/9).
Oleh karena itu, Ia menyebut, ada dua faktor yang akan sangat dominan dalam mempengaruhi harga minyak, termasuk harga komoditas di tahun depan. Pertama, potensi resesi di tahun depan. Sri Mulyani bilang, Amerika Serikat dan Eropa jelas berpotensi masuk ke jurang resesi dikarenakan inflasi nya yang sangat tinggi.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pilihan Menaikkan Harga BBM adalah Opsi Terakhir
"40 Tahun tertinggi saat ini. Oleh karena itu, direspon dengan kenaikan suku bunga dan likuiditas yang diketatkan," katanya.
Sri Mulyani menyebut, apabila negara-negara maju masuk ke jurang resesi, maka pasti permintaan terhadap minyak akan menurun sehingga kenaikan harga minyak diperkirakan juga akan menurun atau tidak lagi mencapai di atas US$ 100 dolar per barel.
Kedua, adalah perang geopolitik. Sri Mulyani mengatakan bahwa dari pertemuan Jokowi dengan kedua pemimpin yang berkonflik, yaitu Rusia dan Ukrainan, perang tersebut dilihat tidak akan usai dalam hitungan bulan. Sehingga dipastikan harga minyak global masih akan tidak menentu.
"Dan selama perang terjadi, disruption dari sisi supply karena Rusia itu di embargo dan meskipun kemarin kita juga dengan AS waktu pertemuan G20 Janet Yellen akan membuat price cap dan sekarang diadopsi oleh G7," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News