Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2022 ini dikhawatirkan mengalami perlambatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kekhawatiran tersebut mengingat siklus perekonomian yang biasanya akan melambat di akhir tahun, serta adanya high base-effect di dari kuartal IV 2021.
“Untuk pertumbuhan ekonomi di triwulan IV diperkirakan akan sedikit mengalami moderasi,” tutur Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/11).
Meski demikian, secara keseluruhan tahun 2022, Kementerian Keuangan memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,0% -5,3% secara tahunan atau year on year (yoy).
Untuk diketahui, pada kuartal IV 2021 pertumbuhan ekonomi berada di level 5,01%. Capaian tersebut menjadi menjadi titik awal kembalinya tren pertumbuhan di kisaran 5%.
Baca Juga: Mendag: Ekspor Naik 21,64% Jadi Motor Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III 2022
“Jadi kalau pemerintah optimis, itu karena memang ada landasan objektifnya, yakni berbagai indikator ekonomi makro yang terus menguat, implementasi berbagai kebijakan yang cukup efektif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya.
Selain itu, optimisme pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 yang diperkirakan sebesar 5,0% -5,3% yoy, karena pemerintah telah mengelola APBN dengan pruden, responsif dan efektif sebagai instrumen countercyclical sekaligus sebagai peredam gejolak sehingga keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional dapat terus dijaga.
Kemudian, intervensi kebijakan Pemerintah juga dilakukan baik dari sisi supply melalui berbagai insentif fiskal dan dukungan pembiayaan, bersinergi dengan otoritas moneter dan sektor keuangan, maupun dari sisi demand untuk mendukung daya beli masyarakat baik dalam bentuk berbagai program bansos, subsidi maupun pengendalian inflasi.
Di tengah optimisme pemulihan yang terus berjalan, lanjut Sri Mulyani, meningkatnya risiko ketidakpastian serta melemahnya prospek pertumbuhan global akibat konflik geopolitik perlu terus diantisipasi.
Baca Juga: Pemerintah Berencana Permudah Restrukturasi Utang Industri, Ini Kata HIMKI
PMI manufaktur global sudah mulai berada pada zona kontraksi dalam 2 bulan terakhir.
Tekanan inflasi global yang berkepanjangan, khususnya di kawasan Eropa dan Amerika Serikat, akan memicu pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif yang berpotensi menimbulkan guncangan di pasar keuangan, khususnya di negara berkembang.
“Aliran modal ke luar meningkat dan menimbulkan tekanan besar pada nilai tukar lokal sebagaimana kita saksikan belakangan ini,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News