kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sri Mulyani jelaskan penerimaan pajak yang hanya tumbuh 1% hingga April 2019


Minggu, 19 Mei 2019 / 11:46 WIB
Sri Mulyani jelaskan penerimaan pajak yang hanya tumbuh 1% hingga April 2019


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak masih menunjukkan tren pelemahan. Penerimaan pajak hingga April 2019 tercatat Rp 387 triliun atau 24,5% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Angka tersebut tumbuh 1%, melambat bila dibandingkan pertumbuhan April tahun lalu yang mencapai 10,8%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan perlambatan tersebut karena adanya kebijakan percepatan restitusi. Selain itu perlambatan terjadi karena perekonomian Indonesia dalam tekanan, sebab hitungan penerimaan pajak tanpa percepatan restitusi (bruto) juga menunjukkan perlambatan penerimaan.

"Jadi kami sudah melihat tanda-tanda perekonomian mengalami penurunan dengan penerimaan pajak yang mengalami pelemahan dari sisi pertumbuhannya," jelas Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan (Kemkeu), Kamis (16/5).

Sri Mulyani menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang mendapatkan tekanan dari luar maupun dari dalam. Tekanan dari luar tercermin dari ekspor-impor yang turun masing-masing 2,08% dan 7,75%. "Penurunan terjadi karena pelemahan permintaan dari pasar penting Indonesia dan rendahnya harga komoditas," jelas dia.

Kondisi ini menyebabkan pelemahan pertumbuhan dalam negeri yang pada kuartal I-2019 hanya tumbuh 5,07%. Tercermin dari defisit neraca dagang yang cukup lebar yaitu US$ 2,5 miliar dan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) mencapai US$ 7 miliar atau setara 2,6% dari produk domestik bruto (PDB).

Tekanan tersebut juga tercermin dari penerimaan pajak. Hampir semua komponen penerimaan pajak mengalami perlambatan pertumbuhan.

Realisasi pajak penghasilan (PPh) migas per April 2019 kurang baik bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Per April 2019 realisasi PPh migas sebesar Rp 22,2 triliun setara 33,5% dari pagu APBN 2019 turun dari tahun lalu mencapai 55,3% dari pagu APBN 2018. Meskipun tetap tumbuh 22,2% bila dibandingkan realisasi April 2018.

"Penerimaan PPh migas lebih rendah karena harganya lebih rendah, kurs lebih kuat dan lifting rendah," jelas Sri.

Adapun selama kuartal I-2019 rata-rata harga minyak Indonesia hanya US$ 60,49 per barel lebih rendah dari asumsi sebesar US$ 70 per barel, dan lifting minyak hanya 735.400 barel per hari (ytd) padahal asumsinya 775.000 barel per hari (ytd).

Lifting gas 1,03 juta barel setara minyak per hari lebih rendah dari asumsi 1,25 juta barel setara minyak per hari dan rupiah menguat di level Rp 14.140 (ytd) di bawah asumsi Rp 15.000 (ytd).

Sementara itu, realisasi pajak non-migas tercatat Rp 364,8 triliun setara 24,1% dari pagu APBN 2019. Angka tersebut hanya tumbuh 0,8%, sangat lambat bila dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang tercatat 11,5%. Ini tercermin dari penerimaan pajak sektoral yang mengalami perlambatan pertumbuhan misalnya industri pengolahan turun 2% dan perdagangan hanya tumbuh 2,6%.

Pajak non-migas ini terdiri dari penerimaan PPh non-migas, PPN, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta pajak lainnya. Beberapa jenis penerimaan pajak tersebut mengalami kinerja yang buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Realisasi PPh non-migas sebesar Rp 232,7 triliun tumbuh 4,1%, melambat bila dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang tumbuh 10,2%. Realisasi PPN sebesar Rp 129,9 triliun turun 4,3% bila dibandingkan realisasi April 2018 yang mencapai Rp 135,8 triliun. Bahkan realisasi April tahun lalu tercatat tumbuh 14%.

Realisasi PBB tercatat Rp 0,3 triliun naik 443% dari tahun lalu yang tercatat Rp 0,1 triliun. Hanya saja kontribusi penerimaan PBB dari APBN hanya kecil yaitu targetnya hanya Rp 19 triliun. "PBB magnitude-nya kecil jadi tidak mempengaruhi total penerimaan pajak," imbuh Sri.

Sedangkan realisasi pajak lainnya sebesar Rp 1,9 triliun setara 22,4% dari pagu. Angka tersebut turun 25,3% dibandingkan realisasi April tahun lalu yang tercatat Rp 2,6 triliun. Di sisi lain, apabila penghitungan penerimaan pajak tidak menggunakan faktor restitusi (bruto) pertumbuhan tetap saja lemah.

Jumlah penerimaan pajak bruto termasuk PPh migas tercatat sebesar Rp 449,98 triliun atau tumbuh 4,68%, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar 7,68%. Sedangkan tanpa PPh migas, penerimaan pajak bruto tercatat sebesar Rp 427,8 triliun tumbuh 4,66%, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar 8,07%.

Adapun PPh non-migas bruto sebesar Rp 247,44 triliun atau tumbuh 6,08%. Pertumbuhan tersebut lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,03%. Sedangkan PPN & PPnBM bruto tercatat sebesar Rp 177,76 triliun atau tumbuh 3,02%, lebih lambat bila dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang tumbuh 12,65%.

Sementara itu, PBB dan pajak lainnya bruto tercatat Rp 2,60 triliun turun 20,28% bila dibandingkan pertumbuhan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp 3,27 triliun. Sementara PPh migas tercatat sebesar Rp 22,18 triliun atau tumbuh 5,22%, lebih tinggi dari pada pertumbuhan April 2018 yang tercatat hanya tumbuh 0,66%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×