kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,12   2,37   0.26%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani beberkan risiko yang masih membayangi pergerakan inflasi pada 2022


Senin, 30 Agustus 2021 / 14:18 WIB
Sri Mulyani beberkan risiko yang masih membayangi pergerakan inflasi pada 2022
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberkan risiko yang masih membayangi pergerakan inflasi 2022


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah optimistis laju inflasi akan kembali menguat pada tahun 2022, setelah pada 2020 dan 2021 bergerak landai akibat tertekannya daya beli masyarakat akibat Covid-19. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, inflasi pada tahun 2022 akan berada di kisaran 3,0%, alias lebih tinggi dari outlook inflasi tahun 2021 yang sebesar 1,8% hingga 2,5%. Meski meningkat, bendahara negara mengatakan bahwa tingkat inflasi tersebut masih terkendali alias tidak melonjak. 

“Pemulihan ekonomi kita berlanjut, tanpa disertai inflasi yang melonjak. Karena, di berbagai negara, pemulihan ekonominya disertai dengan melonjaknya ekonomi karena lonjakan permintaan yang tak disertai suplai memadai,” ujar Sri Mulyani, Senin (30/8) via video conference. 

Baca Juga: Sri Mulyani perkirakan konsumsi rumah tangga pada 2021 tumbuh sekitar 2,2% - 2,8%

Namun, pemerintah tak gegabah dan tetap terus waspada. Pasalnya, masih ada beberapa hal yang menjadi risiko pergerakan inflasi di tahun depan. 

Seperti contohnya risiko pengetatan kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) yang mampu menimbulkan gejolak pasar. 

Selain itu, ada potensi disrupsi suplai karena pandemi Covid-19 masih ada. Bahkan, potensi peningkatan inflasi dari komponen administered prices (harga yang diatur pemerintah) karena pemerintah dan DPR sudah sepakat untuk mengendalikan subsidi di tahun depan. 

Hanya, dirinya tetap optimistis inflasi jangka menengah tetap terjaga dan tetap berada dalam sasara inflasi karena kondisi pasar yang terpantau masih efisien, ada ruang insentif bagi dunia usaha. 

Selain itu, kapasitas produksi dan tata kelola pangan juga membaik. Tak hanya itu, pemerintah juga akan mengelola risiko administered price dengan lebih terukur. 

Selanjutnya: Pemerintah menargetkan sejumlah perubahan pada tata kelola subsidi energi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×