Reporter: Siti Masitoh | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan subsidi dan kompensasi listrik tahun ini akan membengkak mencapai Rp 131,02 triliun. Nilai tersebut lebih besar Rp 30,4 triliun dari pagu anggaran yang disediakan sebelumnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, bengkaknya realisasi tersebut lantaran adanya perubahan kurs rupiah dan volume penggunaan listrik.
“Sama seperti BBM, ada perubahan kurs. Ada perubahan dari volume penggunaan listrik. Itu yang akan menentukan berapa kemudian subsidi yang harus dibayarkan,” tutur Sri Mulyani, Rabu (14/9).
Baca Juga: Banggar Usul Daya Listrik Orang Miskin Dinaikkan, Begini Respons Pengamat
Menkeu tidak memerinci berapa pembengkakan konsumsi listrik tersebut. Menurut dia, hampir semua kelompok menikmati subsidi dari negara.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan, realisasi beban subsidi dan kompensasi listrik terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2017 realisasi beban subsidi dan kompensasi listrik mencapai Rp 58,06 triliun, lalu 2018 menjadi sebesar 79,68 triliun, 2019 sebesar 74,92 triliun, 2020 sebesar Rp 79 triliun, dan di 2021 sebesar Rp 81,20 triliun.
“Jika tidak diberlakukan tariff adjustment golongan non subsidi maka timbulkan beban kompensasi, tahun 2022 saja beban kompensasi berpeluang menjadi Rp 64,55 triliun. Sehingga subsidi dan kompensasi untuk listrik total 2022 outlooknya Rp 131,02 triliun,” kata Febrio.
Baca Juga: Pertamina Batasi Pembelian Pertalite, Hanya 120 Liter Per Hari untuk Mobil
Febrio mengungkapkan, total beban subsidi listrik dan kompensasinya trennya meningkat sejak tahun 2017, di saat pemerintah menerapkan kebijakan tidak diberlakukannya tariff adjustment atau penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan non-subsidi.
Tak adanya penyesuaian tarif membuat pemerintah harus menanggung kompensasi untuk pelanggan non-subsidi. Adapun total kompensasi sepanjang 2017-2021 mencapai Rp 95,4 triliun dan telah dibayarkan sepenuhnya oleh pemerintah ke PLN.
Namun Febrio menyayangkan anggaran yang besar tersebut justru dinikmati oleh industri besar dan rumah tangga mampu. Oleh sebab itu, dia menilai, perlunya evaluasi kebijakan pemberian subsidi dan kompensasi listrik mengingat seringkali tidak tepat sasaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News