Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman Republik Indonesia memberikan saran dalam proses perekrutan jajaran komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Terdapat delapan hal yang menjadi perhatian Ombudsman. Terutama berikatan dengan banyaknya komisaris yang rangkap jabatan baik di Kementerian dan lembaga mau pun instansi non pemerintah.
"Ada 8 hal yang sifatnya fundamental dan operasional," ujar Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih dalam konferensi pers, Minggu (28/6).
Pertama berkaitan dengan benturan regulasi dalam rangkap jabatan komisaris BUMN. Alamsyah menyebut pengangkatan pejabat publik dalam komisaris BUMN bertentangan dengan Undang-Undang pelayanan publik, UU TNI, UU Polri, dan UU BUMN.
Selain itu ada pula potensi konflik kepentingan dalam rangkap jabatan tersebut. Alamsyah juga menekankan adanya penghasilan ganda dalam kondisi tersebut.
Baca Juga: Ombudsman heran, banyak TNI, Polri, dan BPK yang rangkap jabatan jadi komisaris BUMN
Proses seleksi juga perlu dilakukan dengan baik agar kepastian kompetensi komisaris teruji. Alamsyah juga menekankan potensi jual beli pengaruh.
"Potensi jual beli pengaruh berbahaya kalau dirjen infra menjadi komisaris di perusahaan jasa konstruksi apa tidak terjadi conflict of interest," terang Alamsyah.
Transparansi dalam proses seleksi juga penting mengingat sejumlah BUMN memiliki posisi yang sama dengan jabatan publik. Terakhir perlu ada pengaturan akuntabilitas kinerja komisaris.
"Harus ada pengaturan akuntabilitas kinerja dari komisaris agar keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan," jelas Alamsyah.
Oleh karena itu Alamsyah akan menyampaikan saran tertulis kepada Presiden Joko Widodo untuk perbaikan hal yang bersifat fundamental. Selain itu systemic review juga dilakukan untuk perbaikan proses perekrutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News