kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal Natuna, PBNU minta pemerintah untuk tegas terhadap China


Selasa, 07 Januari 2020 / 23:36 WIB
Soal Natuna, PBNU minta pemerintah untuk tegas terhadap China
ILUSTRASI. Pergerakan Kapal Perang Republik (KRI) dengan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar di Laut Natuna, Sabtu (


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung sikap tegas Pemerintah Republik Indonesia (RI) untuk mengusir dan menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan aktivitas illegal, unreported, dan unregulated fishing (IUUF) di seluruh perairan RI.

Tindakan ini merupakan manifestasi dari ‘Archipelagic State Principle’ yang dimandatkan oleh Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.

Hal tersebut dituangkan melalui keterangan tertulis yang berisi pernyataan sikap PBNU terhadap Natuna. Di dalam tulisan tersebut, PBNU mengkritisi tindakan Coast Guard yang dilakukan oleh pihak China di perairan Natuna sebagai bentuk provokasi politik yang tidak dapat diterima.

"Kepulauan Natuna telah masuk ke dalam 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah diratifikasi sejak tahun 1994," ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam surat edaranny, Senin (6/1).

Baca Juga: Edhy Prabowo tinjau sentra kelautan dan perikanan di Natuna

Seperti yang diketahui sebelumnya, sejumlah kapal asing milik China memasuki wilayah ZEE Indonesia di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kapal yang dikawal oleh Coast Guard tersebut, melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia.

Tak hanya itu, pemerintah China juga melakukan klaim secara sepihak atas kepemilikan perairan Natuna. Menurut mereka, perairan Natuna masuk ke dalam wilayah mereka atau dikenal dengan sebutan nine dash line (sembilan garis putus-putus).

Klaim tersebut menjangkau area perairan seluas dua juta kilometer persegi di wilayah Laut China Selatan, serta jalurnya membentang dengan jarak 2.000 kilometer dari daratan China.

Klaim sepihak ini kemudian menjadi awal dari sengketa puluhan tahun yang melibatkan sejumlah negara, yaitu Malaysia, Filipina, Vietnam, Taiwan, serta Brunei Darussalam.




TERBARU

[X]
×