kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Simak Alasan Kenapa Banyak Anak Mengalami Kekambuhan Merokok Kembali


Kamis, 02 Februari 2023 / 21:54 WIB
Simak Alasan Kenapa Banyak Anak Mengalami Kekambuhan Merokok Kembali
ILUSTRASI. Pasien penderita penyakit Paru ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/hp.


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kambuh dan kembali merokok pada anak masih mengancam penurunan prevalensi merokok anak di Indonesia. Merujuk riset yang dilakukan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), lebih dari 50% anak mengalami kekambuhan untuk kembali merokok atau dikenal dengan istilah smoking relapse.

“Studi kami menyimpulkan bahwa faktor pendorong smoking relapse pada anak dipengaruhi oleh faktor harga dan non-harga,” kata Risky Kusuma Hartono, Tim Riset PKJS UI dalam acara webinar diseminasi smoking relapse yang digelar Kamis (2/2).

Menurut Risky, harga rokok murah merupakan faktor signifikan yang mendorong anak untuk kambuh merokok kembali. Selain itu, kekambuhan merokok pada anak terjadi karena sifat rokok yang adiktif dan membuat ketagihan.  

Baca Juga: Stop Merokok Mulai Sekarang! Ini Penyebab Kanker Darah yang Perlu Diwaspadai

Zat nikotin dalam rokok yang bersifat adiktif berdampak pada munculnya efek ketagihan dan smoking relapse, meskipun perokok telah memutuskan berhenti merokok. Kondisi ini juga rentan terjadi pada anak yang memiliki pengalaman merokok.

Selain itu, smoking relapse pada anak terjadi karena pengaruh teman sebaya, penggunaan rokok elektronik, dan keterpaparan iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media.

Risky mencatat, tahun 2019 kejadian smoking relapse lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki ketimbang anak perempuan, terutama pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kelas 8 dan 9.

“Kenaikan harga rokok per bungkus maupun harga rokok per batang dapat menurunkan probabilitas anak untuk smoking relapse atau tidak kembali berperilaku merokok,” kata Risky membacakan kesimpulan risetnya.

rokokBaca Juga: Lieus Sungkharisma Meninggal Karena Serangan Jantung, Cek Penyebab Penyakit Jantung

Asal tahu saja, prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun mengalami kenaikan dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018. Pemerintah Indonesia melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) memiliki target penurunan prevalensi perokok pada anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7% pada tahun 2024.

Muhammad Abdul Rohman, Tim Riset PKJS-UI menambahkan, walaupun sama-sama terdapat kenaikan harga, pembelian rokok per bungkus menunjukkan kecenderungan penurunan smoking relapse yang lebih curam pada anak, ketimbang pembelian rokok secara ketengan.

Untuk itu, Abdul merekomendasikan pentingnya kenaikan cukai rokok yang telah ditetapkan pada 2023 dan 2024. Selain itu, diperlukan kebijakan lain seperti simplifikasi tarif cukai hasil tembakau (CHT) guna mencegah smoking relapse pada anak dan mencapai target prevalensi perokok anak.

Baca Juga: Begini Penjelasan Dekan FEB UI Cukai Rokok Bisa Cegah Stunting

“Pemerintah harus melarang penjualan rokok secara ketengan untuk mencegah smoking relapse dan mencapai target prevalensi perokok anak,” terang Abdul. Begitu juga dengan iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media yang harus dilarang untuk mendukung anak konsisten berhenti merokok.

Hal lainnya adalah, penggunaan rokok elektronik harus diatur lebih ketat dari sisi kebijakan harga maupun non-harga. Menanggapi hasil riset tersebut, Sarno, Analis Kebijakan Ahli Madya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Indonesia bilang, pihaknya sudah merencanakan beberapa rekomendasi dari hasil riset tersebut terutama yang terkait dengan cukai.

“Tentang pelarangan penjualan rokok ketengan, termasuk pengaturan yang diusulkan oleh kami,” kata Sarno. Namun Sarno berharap, kebijakan untuk pengendalian tembakau tersebut tidak cukup hanya di bidang fiskal saja. Salah satunya harus ada kebijakan non fiskal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×