Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Mendekati tutup tahun, kinerja setoran pajak masih loyo. Realisasi penerimaan masih jauh dari target. Walhasil, selisih antara realisasi dengan target (shortfall) pajak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 bakal lebih besar dari perkiraan awal.
Catatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemkeu) menggenjot, realisasi penerimaan pajak hingga 26 November 2014 mencapai Rp 821,66 triliun. Jumlah itu hanya naik tipis dari posisi 31 Oktober yang mencapai Rp 773,34 triliun.
Realisasi ini terdiri dari pajak penghasilan (PPh) non minyak dan gas (migas) sebesar Rp 392,48 triliun. Lalu pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) Rp 334,75 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 15,3 triliun, PPh migas Rp 74,5 triliun dan pajak lainnya sebesar Rp 4.5 triliun.
Dengan waktu yang tersisa hanya sebulan, sangat sulit mengejar target di APBN-P 2014 sebesar Rp 1.072,37 triliun. Bahkan, perkiraan Kemkeu tentang shortfall pajak tahun ini sebesar Rp 75 triliun pun bisa melebar.
Mengingat, untuk mencapai shortfall itu, setoran pajak harus mencapai Rp 997,2 triliun. Artinya, kantor pajak harus mengumpulkan setoran sebesar Rp 175 triliun dalam sebulan mendatang. Tahun ini, rata-rata setoran pajak per bulan hanya Rp 75 triliun.
Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany, bilang, realisasi penerimaan pajak untuk sementara ini sudah cukup bagus. Bahkan, ia masih meyakini setoran pajak hingga akhir tahun bisa terkumpul Rp 1.000 triliun. "Rp 1.000 triliun masih memungkinkan," terang Fuad, pekan lalu.
Alasannya, kantor pajak masih punya waktu lebih dari sebulan. Selain itu, setoran pajak pada Desember biasanya selalu lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Yustinus Prastowo, pakar perpajakan dari Center Indonesia for Taxation Analysis (CITA) meyakini realisasi setoran pajak akan jauh dari target. "Angka Rp 821 triliun hanya 76% dari target, sedangkan sisa waktunya tinggal sebulan lagi," kata Prastowo.
Dengan waktu tersisa yang singkat, DJP sudah tak bisa lagi mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan pajak. "Yang bisa dilakukan sekarang hanyalah mengoptimalkan penagihan terhadap pajak terutang," jelas Prastowo.
Hanya saja, penagihan utang pajak harus menunggu ketetapan pajak yang sudah inkracht baik dari wajib pajak badan maupun orang pribadi.Ini akan mengakibatkan optimalisasi penerimaan dari pajak terutang kurang efektif. "Perhitungan kami ada total tunggakan pajak sekitar Rp 77 triliun, mungkin hanya bisa diambil Rp 7 triliun" kata Prastowo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News