Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meski kepastian mengenai tapering off sudah diumumkan akhir tahun 2013 lalu, tekanan terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2014 ini. Sebagai gambaran, hingga tanggal 30 Desember 2013 kemarin, aliran dana keluar alias capital outflow di pasar saham mencapai US$ 1.790 miliar.
Selain dipengaruhi ketidakpastian soal tapering off, tinginya dana yang menguap dari pasar saham juga dipengaruhi oleh permasalahan fiskal dalam negeri. Merosotnya neraca transaksi betrjalan hingga defisit ke level 4,4% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dikuartal II juga diperparah dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry damayanti menilai, meski dipasar saham mengalami defisit karena banyak dana yang keluar, di pasar obligasi justru sebaliknya. Hingga 30 Desember 2013 lalu aliran dana yang masuk alias capital inflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai US$ 53,13 juta.
Destry menilai, situasi seperti ini masih akan berlanjut setidaknya hingga akhir semester pertama. Destry beralasan, kehawatiran pasar terhadap tapering off lanjutan masih ada. Mengingat kebijakan tapering off yang baru mengurangi dana stimulus sebesar US$ 10 miliar dari US$ 85 miliar ini baru langkah awal. Artinya, akan ada pengurangan dana stimulus lanjutan oleh Bank Sentral AS, The Federal Reserve.
Destry melihat pola aliran dana masuk tahun 2014 akan sebaliknya dengan yang terjadi di tahun 2013. Bila di tahun 2013 pada awal tahun aliran capital inflow di pasar saham masih tinggi, kemudian berbalik memasuki bulan Mei menjadi negatif, maka tahun 2014 kondisinya akan sebaliknya. “Semester pertama mungkin masih akan terjadi capital outflow, baru di semester II terjadi capital inflow,” ujar Destry.
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih menambahkan, selain karena isu tapering dan neraca transaksi berjalan, investor juga mempertimbangkan faktor Pemilihan Umum (Pemilu) yang berlangsung tahun 2014. Seperti diketahui, pemilihan calon legistlatif dan pemilihan presiden baru dimulai bulan Juli tahun 2014.
Menurut Lana, mulai saat itu investor sudah bisa melihat siapa calon pemimpin yang akan menggantikan kepala pemerintahan saat ini. “Setelah pemilu pasar akan mulai merespon itu,” ujar lana.
Adapun Direktur Institute of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri hartati menilai pemerintah jangan terlalu hawatir dengan tingginya capital outflow. Sebab dana yang ada di pasar saham hanya bersifat hot money, yang dalam sekejap memang mudah keluar. Justru pemerintah harus lebih fokus mendorong pertumbuhan investasi jangka panjang atau Foreign Direct Investment (FDI).
Enny beralasan capital inflow dari FDI lebih bermanfaat bagi perekonomian karena berkontribusi langsung di sektor riil. “Kalau FDI lebih tinggi dari capital outflow di pasar modal kan tidak masalah, akan tertutupi,” kata Enny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News