kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sekjen PDIP: KPK periksa Mega? Kenapa bukan SBY?


Selasa, 11 Februari 2014 / 12:06 WIB
Sekjen PDIP: KPK periksa Mega? Kenapa bukan SBY?


Sumber: TribunNews.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sekjen PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, mempertanyakan alasan Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Sudjadnan Parnohadiningrat, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal pada 2004-2005.

"Saya tanya balik, kenapa minta Bu Mega (diperiksa). Kenapa bukan Pak SBY?" kata Tjahjo di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (11/2/2014).

Tjahjo membaca di sebuah media bahwa Sudjadnan kaget ketika ditanya pers kenapa tidak mengusulkan periksa Presiden SBY juga.

Tjahjo heran kenapa tiba-tiba muncul keinginan periksa Megawati. "Boleh diperiksa, sah-sah saja minta Pak JK, Bu Mega, Pak SBY. Tapi relevansi mengundang apa?" tanya Tjahjo.

Menurut Tjahjo, alasan Sudjadnan bahwa tidak mungkin KPK periksa Presiden SBY karena sibuk bukan suatu alasan tepat.
"Mudah-mudahan tidak unsur politis di sini," kata dia.

Tjahjo mengatakan memang Mantan Sekjen Kemenlu Sudjadnan masih menjabat di akhir pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri namun dia juga tetap menjabat saat SBY jadi Presiden.
"Tidak tahu kok datang-datang minta periksa Bu Mega. Relevansinya apa?" tanya Tjahjo.

Sebelumnya diberitakan, Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Sudjadnan Parnohadiningrat, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal pada 2004-2005.

Sudjadnan mengatakan, Megawati selaku presiden saat itu meminta Kemenlu melaksanakan kongres internasional sebanyak mungkin.

"Bu Mega itu memerintahkan saya, Oktober 2003, untuk dilaksanakan penyelenggaraan konferensi internasional di Indonesia sebanyak mungkin, sesering mungkin," kata Sudjadnan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/2/2014).

Sudjadnan menjelaskan, pelaksanaan konferensi internasional saat itu bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata internasional yang saat itu sedang terpuruk. Sudjadnan mengaku hanya menjadi korban dalam kasus ini.

"Ada kawan-kawan yang datang ke Bu Mega. Bu gimana, sih, kenapa seorang Sudjadnan bisa jadi korban?" kata Sudjadnan menirukan perkataan temannya itu kepada Mega.

Sebelumnya, Wakil Presiden RI periode 2004-2009, Jusuf Kalla, telah diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Sudjadnan. Kali ini, Sudjadnan menyerahkan kesediaan untuk diperiksa KPK sepenuhnya kepada Megawati.

"Ya, Bu Mega, terserah beliau," katanya.

Menurut Sudjadnan, perintah pelaksanaan konferensi internasional itu kali pertama muncul pada masa kepemimpinan Megawati. Saat itu, Indonesia tengah dalam kondisi krisis sehingga butuh dukungan internasional.

Kemudian, saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat menggantikan Megawati, kata Sudjadnan, Kemenlu tetap diperintahkan untuk banyak menggelar konferensi internasional. Sudjadnan menjelaskan, saat itu terjadi 17 kali konferensi internasional dan dua di antaranya menghasilkan uang untuk negara dari sumbangan negara asing yang nilainya mencapai Rp 40 triliun.

Sudjadnan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal pada 2004-2005 untuk pelaksanaan konferensi internasional. Ia dijerat sejak 21 November 2011 dan baru ditahan pada 14 November 2013. (Hasanudin Aco)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×