kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Sejumlah pihak mendesak pemerintah batalkan kebijakan diskon harga rokok


Selasa, 20 Agustus 2019 / 17:58 WIB
Sejumlah pihak mendesak pemerintah batalkan kebijakan diskon harga rokok
ILUSTRASI. Diskusi media dengan tema ?Ironi Diskon Rokok Di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pihak mendesak pemerintah membatalkan kebijakan diskon rokok yang dinilai berpotensi merusak generasi masa depan Indonesia. Hal ini juga bertentangan dengan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin membangun kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia.

Hal ini mengemuka dalam diskusi media bertema "Ironi Diskon Rokok Di engah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia", yang diselenggarakan, Selasa (20/8).

Baca Juga: Belum Berhenti Merokok? Tahun Depan Harga Rokok Naik Lagi, Lho

Dalam diskusi tersebut, Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, menyatakan Indonesia tidak akan bisa menikmati bonus demografi pada 2030-2040 apabila kebijakan diskon rokok tidak segera dihapus. 

Kebijakan ini menurutnya dapat menyebabkan kualitas masyarakat akan semakin terdegradasi sehingga tidak bisa memberikan kontribusi nyata dalam mendukung perekonomian.

"Karena itu, kami meminta Presiden Jokowi segera memerintahkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menghapus kebijakan diskon rokok. Jika tidak, Indonesia tak akan bisa menikmati bonus demografi yang sudah berada di depan mata,” kata Abdillah, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Saat PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 156/2018, ketentuan mengenai diskon rokok tidak diubah. 

Dalam beleud tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85% dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai. Artinya, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15% dari tarif yang tertera dalam banderol.

Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85% dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.

Pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Muhammad Joni, menambahkan kebijakan diskon rokok juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang melarang potongan harga produk tembakau. 

Baca Juga: Bersiaplah tarif cukai hasil tembakau bakal naik tahun depan

Selain itu, kebijakan diskon rokok pun bertolak belakang dengan Visi Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin yakni ‘Indonesia Maju’ yang fokus membangun sumber daya manusia handal. 

“Adanya benturan kebijakan menandakan pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul. Pemerintah terkesan hanya memikirkan soal penerimaan negara yang sebesar-besarnya dari industri hasil tembakau tanpa memikirkan kelangsungan masa depan penerus bangsa,” tegas Joni.

Baca Juga: Rancangan penerimaan cukai tembakau makin ngebul di 2020

Pegiat Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) yang juga Koordinator Solidaritas Advokasi Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) Tubagus Haryo Karbyanto menjelaskan kesalahan besar regulator yakni melegalkan penjualan harga rokok di bawah harga banderol yang tertera dalam pita cukai. 

“Kemenkeu salah dalam memaknai filosofi cukai. Kenyataannya mindset yang terbangun dan dijalankan adalah mindset revenue dan terjebak pada keuntungan finansial semata,” jelas Tubagus. 

Selain itu Tubagus juga khawatir, jika kebijakan rokok tidak segera dihapus, angka perokok khususnya remaja akan terus bertambah. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018, prevalensi merokok pada remaja usia 10 sampai 18 tahun mengalami peningkatan sebesar 1,9 persen dari tahun 2013 (7,20 persen) ke tahun 2018 (9,10 persen). 

“Kebijakan diskon rokok menjadi ganjalan bagi pemerintah yang bercita-cita menurunkan tingkat konsumsi rokok di Indonesia. Alangkah bijaksananya kebijakan diskon rokok segera dihapus demi tercapainya kepentingan bangsa bersama,” tutup Tubagus.

Baca Juga: Sri mulyani: Optimalisasi penerimaan negara akan disertai reformasi perpajakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×