kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah Pelaku Industri Keberatan dengan Rencana Kenaikan PPN Jadi 12%


Selasa, 26 Maret 2024 / 20:42 WIB
Sejumlah Pelaku Industri Keberatan dengan Rencana Kenaikan PPN Jadi 12%
ILUSTRASI. Penjualan Rumah Meningkat: Pembangunan rumah di Serpong, Tangerang Selatan, Jum'at (21/01). Sejumlah Pelaku Industri Keberatan dengan Rencana Kenaikan PPN Jadi 12%.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025 menuai kontroversi dari sejumlah pelaku usaha dari berbagai sektor industri.

Sebagai pengingat, rencana kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Lewat beleid ini, PPN sebenarnya sudah sempat naik dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 lalu.

Salah satu sektor industri yang terdampak oleh rencana kenaikan PPN adalah properti. Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI) Raymond Ardan Arfandy menjelaskan, ketika PPN naik menjadi 11% pada 2022 lalu, sebenarnya belum dapat diterima secara legowo oleh banyak konsumen properti, apalagi jika PPN kembali naik menjadi 12% pada 2025 nanti.

Baca Juga: Soal Tarif PPN 12%, Kemenkeu Pertimbangkan Faktor Politik dan Ekonomi RI

Kenaikan PPN jelas akan menjadi beban yang harus ditanggung oleh pembeli properti, baik kategori investor maupun pengguna akhir. Alhasil, kebijakan ini secara otomatis akan mempengaruhi daya beli masyarakat.

"Kenaikan PPN dikhawatirkan akan menimbulkan spekulasi negatif terhadap perekonomian nasional yang berbahaya juga untuk industri properti," kata Raymond, Selasa (26/3).

REI mengusulkan agar rencana kenaikan PPN menjadi 12% ditunda mengingat banyaknya risiko efek negatif apabila kinerja sektor properti stagnan dan permintaannya tidak bergairah. Terlebih lagi, ada sekitar 160 industri terkait sektor properti yang dapat terimbas oleh kenaikan PPN.

"Pemerintah sebaiknya mengutamakan penghematan belanja negara ketimbang mendorong pendapatan melalui kenaikan PPN," imbuh dia.

Baca Juga: Soal Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%, TKN: Bukan Kewenangan Prabowo-Gibran

Industri tekstil dan produk tekstil juga berpotensi terdampak oleh rencana kenaikan PPN menjadi 12%. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai, kebijakan tersebut kurang tepat lantaran industri TPT masih menghadapi tantangan berat berupa pelemahan permintaan ekspor dan ancaman impor produk ilegal di pasar domestik.

Industri TPT sendiri memiliki rantai industri yang panjang dari hulu ke hilir, di mana pelaku usaha di tiap lapis industri tersebut dikenakan PPN atas tiap produk yang dihasilkannya. "Kami harap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan PPN," kata Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta, Rabu (26/3).

Senada, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menganggap rencana kenaikan PPN menjadi 12% akan semakin membebani para produsen alas kaki nasional. Padahal, baru-baru ini pebisnis alas kaki dihadapkan oleh masalah sulitnya mengimpor bahan baku hingga sampel produk akibat beleid pembatasan impor.

Baca Juga: Jadi Polemik, Penerapan Tarif PPN 12% Perlu Ditunda?

Kebijakan kenaikan PPN juga berisiko melemahkan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah.

"Masalah birokrasi izin impor dan pelemahan ekonomi akan membuat pelaku usaha alas kaki sulit bersaing di pasar domestik," jelas Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri, Rabu (26/3).

Produsen elektronik juga bersuara atas rencana kenaikan PPN pada tahun depan. PT Sharp Electronics Indonesia memperkirakan kenaikan PPN menjadi 12% akan menggerus permintaan produk elektronik di Indonesia yang notabene bukan kebutuhan primer.

Penjualan produk elektronik pun berpotensi turun sekitar 5%-10% jika pelaku usaha, termasuk Sharp, tidak melakukan upaya antisipasi atas kenaikan tarif PPN.

Baca Juga: DJP: Penyesuaian Tarif PPN 12% Akan Pertimbangkan Faktor Politik dan Ekonomi RI

"Kami akan melakukan promosi penjualan di samping peninjauan harga dan tetap mengembangkan produk baru yang sesuai dengan kondisi saat itu," imbuh National Sales Senior General Manager Sharp Electronics Indonesia Andry Adi Utomo, Rabu (26/3).

Direktur Komersial PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) Tekno Wibowo menyebut, kenaikan PPN harus mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional agar tidak menimbulkan penurunan permintaan pasar. Polytron pun melakukan upaya product engineering untuk memangkas harga pokok penjualan, sehingga dapat mengkompensasi efek kenaikan PPN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×