kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah Ekonom hingga Politisi Harapkan Reshuffle Bukan Hanya Wacana


Minggu, 12 Juni 2022 / 13:31 WIB
Sejumlah Ekonom hingga Politisi Harapkan Reshuffle Bukan Hanya Wacana


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu reshuffle Kabinet Indonesia Maju hangat dibicarakan di publik. Bhima Yudhistira, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan, saat ini memang perlu dilakukan kocok ulang kabinet berkaca pada kondisi perekonomian.

Pertama, Ia menilai mulai adanya koordinasi yang tidak sinkron antar kementerian. Misalnya dalam penanganan minyak goreng yang belum usai dengan gonta ganti kebijakan. Kemudian, persoalan jatah Pertalite dan solar bagi masyarakat tak mampu yang menggunakan aplikasi My Pertamina, padahal pemerintah memiliki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

"Nah ini kan artinya ada ketidakpercayaan sama Kementerian Sosial, masalah data saja belum selesai sampai sekarang," kata Bhima Diskusi Virtual, Sabtu (11/6).

Kedua, perlunya reshuffle berkaca pada tantangan ekonomi sekarang yang semakin kompleks, meski kasus Covid-19 mungkin sudah mulai turun. Kondisi ekonomi saat ini membutuhkan sosok-sosok baru yang kompeten dan kompatibel.

Baca Juga: Kasus Varian Baru Omicron Mendaki, Menko Luhut Beberkan Strategi Menghadapi

Kemudian jelang tahun politik 2024, saat ini suhu politik mulai memanas. Bhima berharap Jokowi mulai melihat bagaimana para menteri bisa membagi waktu antara politik dengan kinerjanya.

"Karena yang di khawatirkan kalau dari persepsi ekonomi adalah menteri yang kemudian terlalu fokus soal elektoral, maka dia enggak akan fokus untuk membagi terhadap kinerja yang memang menjadi PR utamanya," imbuhnya.

Kemudian tantangan berikutnya, usai penugasan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi untuk tangani urusan di kementerian teknis termasuk soal urusan minyak goreng, membuat asumsi di publik bahwa tidak diperlukan terlalu banyak kementerian teknis.

"Publik jadi berpikir, pengusaha juga saya kira banyak yang berpikir jangan-jangan 34 pos kementerian itu terlalu banyak. Satu saja bisa meng-cover banyak sekali isu dan kebijakan ekonomi yang belum selesai," ujar Bhima.

Bhima menambahkan, penunjukan tersebut artinya kemungkinan bukan hanya sekedar reshuffle, tapi juga perlu adanya pembaruan nomenklatur kementerian.

Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD Apresiasi Kapolri yang Revisi Aturan Sidang Etik Polri

"Jadi kita enggak perlu terlalu banyak, terlalu gemuk, tapi yang penting kinerjanya efektif dan memang bisa membantu Pak Presiden menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi sekarang," ungkapnya.

Politikus PDIP Masinton Pasaribu menilai, reshuffle diharapkan bukan hanya sebatas wacana seperti sebelumnya. Reshuffle sejatinya diperlukan untuk evaluasi atas kinerja dan koordinasi di pemerintahan.




TERBARU

[X]
×