Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah daerah di Indonesia telah menerapkan kebijakan lockdown, meski pemerintah pusat belum mengeluarkan keputusan resmi. Sejauh ini, tercatat lima daerah yang melakukan lockdown atau karantina wilayah, yaitu Papua, Tegal, Tasikmalaya, Ciamis, dan Makassar.
Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk menahan laju penyebaran virus corona di daerah-daerah tersebut. Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, kebijakan lockdown akan menyebabkan sejumlah titik penting nadi kehidupan sosial terhenti.
Baca Juga: Waduh, lukisan Van Gogh dicuri dari museum Belanda saat ditutup karena wabah corona
"Efeknya terputusnya produksi, konsumsi kolektif, distribusi, dan kegiatan sosial budaya akan tertutup," kata Drajat saat dihubungi, Senin (30/3).
Bila pemerintah pusat akan mengeluarkan status lockdown, menurut Drajat beberapa hal harus dilakukan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Penyesuaian
Dari sisi masyarakat, menurut Drajat, mereka harus melakukan reorientasi ruang. Artinya, ruang-ruang sosial yang luas harus diubah ke dalam dua jenis ruang, yaitu institusi keluarga (ruang kecil) dan ruang maya atau yang disebut dengan virtual society.
"Jadi harus ada reorientasi itu untuk bisa melakukan interaksi dengan luar, yaitu hanya dengan perubahan ruangnya," jelas dia.
Baca Juga: Ini rekomendasi WHO soal penggunaan masker
Dari sisi perubahan, masyarakat harus mampu menata kembali norma-norma yang telah terbentuk di rumah. Drajat menyebut rumah pada umumnya memiliki fungsi informal atau untuk bersantai dan beristirahat.
Akan tetapi, dengan adanya lockdown ini maka rumah akan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai fungsi informal sekaligus fungsi produksi atau kantor. "Hal itu bukan perkara mudah, ini bisa menimbulkan ketegangan di dalam dan konflik di dalam rumah. Bukan sekedar karena lama berkumpul, tapi karena adanya aktivitas baru itu," kata dia.