Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah kembali terseok-seok. Hingga Jumat (3/7), rupiah di pasar spot ditutup di Rp 14.532 per dollar Amerika Serikat (AS). Dengan posisi tersebut, rupiah tercatat melemah dibandingkan penutupan pada Kamis (2/7) yang di level Rp 14.378.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo melihat, pelemahan rupiah selama beberapa waktu terakhir disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri.
"Misalnya ada isu tentang second wave Covid-19, kemudian isu beredar dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait burden sharing yang mengakibatkan rupiah sampai pagi ini tertekan," kata Dody dalam webinar bersama dengan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Jumat (3/7).
Selain itu, risiko pelemahan nilai tukar rupiah juga masih terlihat dari volatility index (VIX) yang masih berada di level 34 atau jauh lebih tinggi daripada posisi pra Covid-19 yang di level 19.
Meski begitu, Dody mengklaim kalau kondisi ini masih lebih baik dibandingkan bulan Maret 2020 lalu.
Dody mengatakan, kalau BI akan terus mengawal dan menjaga pergerakan rupiah, serta siap melakukan intervensi. Untuk keperluan intervensi, Dody membawa kabar baik kalau cadangan devisa (cadev) Indonesia sudah berhasil naik pada bulan Mei 2020.
Di akhir bulan tersebut, cadev meningkat ke posisi US$ 130,5 miliar. Bahkan, posisi terebut telah mendekati rekor tertinggi cadev Indonesia sepanjang sejarah yang mencapai US$ 131,98 miliar pada akhir Januari 2018 silam.
Selain cadev, BI juga memiliki second line of defense berupa pertukaran mata uang atau bilateral swap dengan bank sentral dari sejumlah negara, antara lain China, Jepang, Singapura, dan Australia.
Selain itu, BI juga masih memiliki bantalan lain berupa fasilitas Repurchase Agreement (Repo) dengan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) senilai US$ 60 miliar untuk memenuhi kebutuhan akan likuiditas dollar yang bisa digunakan sewaktu-waktu.
"Kami punya itu. Fasilitas yang bisa dikatakan sekarang banyak negara incar. Banyak negara mencari repo dengan negara-negara maju," tandas Dody.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News