kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ruang terbatas, pemerintah perlu ngerem utang


Senin, 20 November 2017 / 19:03 WIB
Ruang terbatas, pemerintah perlu ngerem utang


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dinilai masih perlu hati-hati dalam mengelola utang negara. Sebab, kemampuan pemerintah untuk menarik utang saat ini sangat terbatas.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemerintah memperkirakan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akhir tahun ini akan mencapai 28,6% dari PDB.

Angka itu, kurang dari setengah batas maksimal rasio utang negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60% dari PDB.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, batas aman rasio utang pemerintah di level 35% dari PDB. Dengan perkiraan sampai akhir tahun, berarti pemerintah hanya memiliki ruang penambahan utang sebesar 7% dari PDB.

Hitungan Lana, jika asumsi PDB hanya Rp 12.000 maka ruang penambahan utang yang dimiliki pemerintah tinggal mencapai Rp 840 triliun. "Hanya tersisa segitu, itu sudah mepet banget. Paling dua tahun lagi," kata Lana kepada Kontan.co.id, Senin (20/11).

Di sisi lain, pemerintah dinilainya juga perlu menjaga kesehatan APBN yang tercermin dari keseimbangan primer yang masih mencatatkan defisit. Hal itu berarti, pembayaran bunga utang masih dilakukan dengan cara menarik utang baru.

Lana juga bilang, pemerintah tampak akan menjaga defisit anggaran agar tidak melebihi 2,67% dari PDB. Hal itu melihat realisasi penerimaan dan belanja negara tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Oleh karena itu, Lana menilai pemerintah perlu "mengerem" penerbitan SBN yang dirasa telah mencukupi untuk menutup defisit tersebut. "Lumayan untuk mengurangi outstanding utang juga daripada menjadi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran)," tambah Lana.

Sebab, APBN-P setiap tahun memang selalu mencatatkan SILPA dalam jumlah yang masih cukup besar.

Menurutnya, pemerintah bisa melakukan penarikan di akhir tahun. Asalkan utang itu digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun depan (pre funding). Hal itu bisa dilakukan untuk menghindari potensi kenaikan bunga yang akan menambah beban pemerintah di tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×