kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,16   -5,20   -0.56%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ruang Fiskal Pemda Sangat Sempit, Burden Sharing dengan Pemda Sulit Dilakukan


Selasa, 02 Agustus 2022 / 14:00 WIB
Ruang Fiskal Pemda Sangat Sempit, Burden Sharing dengan Pemda Sulit Dilakukan
ILUSTRASI. Kementerian Keuangan akan menerapkan skema burden sharing atau berbagi beban dengan pemerintah daerah pada tahun depan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan akan menerapkan skema burden sharing atau berbagi beban dengan pemerintah daerah pada tahun depan. Dalam draft RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, ada kentuan khusus mengenai burden sharing antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) dalam hal terdapat kenaikan belanja subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM).

Merujuk pada draf RUU tersebut, dalam Pasal 19 ayat (1) tertulis dalam kondisi tertentu, pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi energi dan/atau kompensasi terhadap kenaikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA) yang dibagihasilkan.

Sementara pada Pasal 19 ayat (2) menyebut, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi energi dan/atau kompensasi terhadap kenaikan PNBP migas sumber daya alam yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Baca Juga: RAPBN 2023, Kemenkeu akan Atur Skema Burden Sharing dengan Pemerintah Daerah

Pengamat Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat menilai, langkah tersebut tentu akan ditolak pemerintah daerah (pemda), mengingat ruang fiskal pemda sudah sangat sangat sempit dan hampir tidak ada ruang untuk berbagi beban kompensasi akibat kenaikan Indonesian Crude Price (ICP).

"Penerimaan pemda dari SDA sudah penuh digunakan untuk meningkatkan layanan dasar bagi masyarakat daerah. Tidak ada ruang cukup untuk pengeluaran tambahan," ujar Achmad kepada Kontan.co.id, Selasa (2/8).

Achmad mengatakan, meskipun kan ada tambahan transfer ke daerah (TKD) berupada dana bagi hasil (DBH), artinya saat ICP naik maka DBH kepada daerah otomatis ikut naik. Sehingga, menurutnya, tambahan TKD tersebut tidak akan bisa mengkompensasi beban pengeluaran akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bila ICP naik.

"Logika bahwa kalau ada tambahan pendapatan, kemudian juga ada tambahan beban merupakan logika yang salah arah. Elastisitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing daerah berbeda-beda," jelasnya.

Terlebih lagi, kata dia, belum tentu tambahan pendapatan melalui DBH bisa langsung disalurkan untuk beban kenaikan energi. Sementara itu, masih banyak pengeluaran yang diperlukan untuk mengatasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah yang masih rendah, serta lemahnya layanan kesehatan dan pendidikan.

Achmad kemudian merekomendasikan, sebaiknya skema burden sharing tidak dikenakan merata ke seluruh daerah penghasil SDA. Sehingga pemerintah harus bijak melihat kondisi daerah yang tentunya tambahan DBH bisa digunakan untuk memberikan layanan dasar publik daerah yang masih rendah.

"Skema burden sharing pun perlu dirumuskan formulanya dan formula tersebut perlu juga mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) daerah masing-masing," tandasnya.

Baca Juga: Kemenkeu akan Atur Skema Burden Sharing dengan Pemda Tahun Depan, Ini Kata Apkasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×