Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Banyaknya penolakan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyadapan membuat Komisi III DPR RI menilai pembahasan beleid ini harus dihentikan. Sebab akan membuat RPP ini tidak diakui masyarakat sebagai sebuah produk hukum.
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan, seharusnya Departemen Komunikasi dan Informartika (Depkominfo) dan Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) mengikutsertakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung dalam membahasa RPP ini sejak awal.
Dia menambahkan, penyadapan juga dilakukan oleh lembaga hukum independen, tanpa intervensi pemerintah seperti KPK. Sebab itu, tak pas seandainya masalah penyadapan diatur oleh peraturan pemerintah. Saya menyarankan untuk mengatur penyadapan itu dengan undang-undang," ujarnya, Minggu (20/12).
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga meminta pembahasan dihentikan. Mereka menilai Menkominfo diberi kewenangan yang terlampau besar dalam rancangan itu. Misalnya, berhak menentukan spesifikasi alat sadap serta mengetahui penyadapan yang dilakukan KPK. "Ini membuktikan intervensi pemerintah sangat kuat," kata Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho.
Salah satu poin kritis RPP adalah persyaratan intersepsi baru bisa dilakukan setelah adanya izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Padahal, sukses KPK selama ini karena tidak ada hambatan soal izin. Praktek mafia peradilan yang masih marak juga menyebabkan publik sulit mempercayai lembaga peradilan. "Pasal ini juga bertentangan dengan UU KPK," ucap Emerson.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News