Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Juru Bicara keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo berkata jujur soal alasan mengapa kontrak anggaran tahun jamak proyek Hambalang sebesar Rp 1,2 triliun dapat turun dalam waktu singkat.
Terlebih, permohonan kontrak anggaran itu tanpa disertai tanda tangan dua menteri terkait, yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan Menteri Pekerjaan Umum (PU).
Sebagaimana, diamanatkan dalam Permenkeu No.56/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, disebutkan secara jelas bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak harus diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga kepada Menkeu.
"Menteri Agus jujur saja. Jika, jujur maka kasus Hambalang ini akan terungkap semua," kata Rizal kepada wartawan termasuk Tribunnews.com, di Jakarta, Rabu (9/1).
Rizal memaparkan berdasarkan hasil audit investigatif tahap pertama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terlihat jelas, persetujuan anggaran tahun jamak sebesar Rp 1,2 triliun sangat terburu-buru.
Padahal, terang Rizal, dari data BPK terlihat bahwa pada tanggal 15 Nopember 2010 Dirjen Anggaran saat itu, Anny Ratnawati telah menolak permohonan anggaran multi years yang diajukan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora).
Tetapi, secara tiba-tiba, pada tanggal 6 Desember 2010, Anny Ratnawati menyetujui kontrak multiyears untuk pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat itu.
Ditambah lagi, lanjut pria yang akrab dipanggil Celi ini, ada informasi bahwa antara tanggal 15 Nopember 2010 sampai 1 Desember 2010 bahwa ada pertemuan antara Agus, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Dirut PT Dutasari Citralaras Mahfud Suroso dan eks Bendahara Umum (Bendum) DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Di mana, sambung Celi, dalam pertemuan yang dilakukan di sebuah restoran di Hotel Ritz Carlton tersebut, Anas, Mahfud dan Nazaruddin mendesak agar Agus menurunkan anggaran multi years (tahun jamak) proyek Hambalnang.
"Ada fakta yang dilupakan KPK. Jadi ada informasi dari saksi, Pak Agus bertemu dengan Anas, Mahfud Suroso, Nazaruddin di sebuah restoran di Hotel Ritz Carlton. Di mana, tiga orang tadi mendesak agar multi years disetujui," kata Rizal.
Seperti diketahui, dalam hasil audit tahap pertama, BPK yang dibacakan di Gedung MPR/DPR RI oleh Ketua BPK, Hadi Purnomo menyimpulkan ada 11 indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proyek Hambalang. Di mana, menyebutkan nama Menpora Andi Mallarangeng yang dianggap melakukan pembiaran. Dan juga nama Agus Martowardojo.
Di mana, telah terjadi penyimpangan terkait Revisi RKA-KL Tahun Anggaran 2010. Di mana, Menkeu dan Dirjen Anggaran setelah melalui proses berjenjang menyetujui untuk memberikan dispensasi perpanjangan batas waktu revisi RKA-KL 2010 dan didasarkan pada informasi yang tidak benar.
Kemudian, terkait permohonan kontrak tahun jamak. SesKemenpora menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora sehingga diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010. Sehingga, Menpora diduga membiarkan SesKemenpora melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam PP 60 Tahun 2008.
Selain itu, masih terkait izin kontrak tahun jamak, Menkeu menyetujui izin kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak, meskipun diduga melanggar PMK 56./PMK.02/2010.
Selanjutnya, Dirjen Anggaran menetapkan RKA-KL Kemenpora 2011 dengan skema tahun jamak sebelum penetapan proyek tahun jamak disetujui. Dirjen Anggaran diduga melanggar PMK 104/PMK.02/2010.
Atas penyimpangan tersebut, BPK melansir terjadi kerugian negara sebesar Rp 243,66 miliar. Dengan perincian, Rp 116,930 miliar yang merupakan selisih pembayaran uang muka yang telah dilaksanakan (Rp 189,450 miliar) dikurangi dengan pengembalian uang muka pada saat pembayaran termin pada 2010 dan 2011 (Rp 72,520 miliar).
Sedangkan, Rp 126,734 miliar yang merupakan pemahalan harga pada pelaksanaan konstruksi yang terdiri dari pemahalan mekanikal elektrikal sebesar Rp 75,724 miliar dan pekerjaan struktur sebesar Rp 51,010 miliar. (Edwin Firdaus/Tribunnews.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News