Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kurangnya rincian aliran dana yang diterima mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dalam dakwaan kasus dugaan korupsi Hambalang, Deddy Kusdinar,disebut hanya karena masalah teknis. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, dalam dakwaan kurang kata "di antaranya".
"Dalam halaman 70 ada kata-kata yang harusnya ditambahkan. Ada kata-kata 'di antaranya'," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/11).
Sebelumnya, dalam dakwaan Deddy yang disusun jaksa penuntut umum KPK, Anas disebut mendapat sebesar Rp 2,21 miliar dari proyek Hambalang. Dalam dakwaan, jaksa merinci pemberian uang tersebut. Uang kali pertama diserahkan pada 19 April 2010 sebesar Rp 500.000.000, kemudian 19 Mei 2010 sebear Rp 500.000.000, dan 1 Juni 2010 sebesar Rp 500.000.000.
Selanjutnya, pada 18 Juni 2010 sebesar Rp 500.000.000, dan terakhir pada 6 Desember 2010 sebesar Rp 10.000.000. Namun, ketika ditotal jumlahnya hanya Rp 2,010 miliar.
Johan mengatakan, total uang dalam dakwaan yang diduga diterima Anas sudah benar berjumlah Rp 2,21 miliar. Rincian aliran uang lainnya sebesar Rp 200 juta, kata Johan, belum diketahui pasti waktu transaksinya.
"Bukan jumlahnya berkurang. Kemungkinan tidak diketahui tanggalnya," kata Johan.
Dalam persidangan Deddy saat itu, jaksa tidak melakukan perbaikan surat dakwaan. Majelis hakim pun tidak melihat kekurangan tersebut. Menurut jaksa, uang untuk Anas itu diberikan PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan Adhi Karya dalam lelang pekerjaan fisik proyek Hambalang.
Anas, kata jaksa, kemudian menggunakan uang itu untuk keperluannya mencalonkan diri sebagai calon ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Uang itu, versi jaksa, antara lain untuk membayar hotel, sewa mobil untuk pendukung Anas, membeli BlackBerry, jamuan para tamu, dan hiburan.
Dalam dakwaan, uang untuk Anas diserahkan secara bertahap oleh mantan petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol (Direktur Operasi PT Adhi Karya), dan Ketut Darmawan (Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan).
Dalam kasus Hambalang, KPK juga menjerat mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, serta Teuku Bagus dengan tuduhan yang sama. Adapun Anas dijerat dengan sangkaan menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan, proyek Hambalang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 463,688 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News