kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.620.000   14.000   0,87%
  • USD/IDR 16.305   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.109   35,72   0,50%
  • KOMPAS100 1.044   5,37   0,52%
  • LQ45 824   5,99   0,73%
  • ISSI 212   -0,11   -0,05%
  • IDX30 427   5,07   1,20%
  • IDXHIDIV20 512   6,64   1,31%
  • IDX80 119   0,49   0,41%
  • IDXV30 122   1,03   0,85%
  • IDXQ30 140   1,68   1,21%

RI & Malaysia sepakati standar baru CPO


Senin, 12 Oktober 2015 / 11:39 WIB
RI & Malaysia sepakati standar baru CPO


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Indonesia dan Malaysia sepakat membentuk dewan negara penghasil minyak kelapa sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOP). Kesepakatan ini terjadi dalam pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, di Bogor, Minggu (11/10).

Kesepakatan ini diharapkan akan memperkuat posisi Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar dunia. Saat ini lebih dari 85% produksi CPO dunia berasal dari Indonesia dan Malaysia.

Presiden Jokowi mengatakan, CPOP akan memiliki peran strategis dalam mengendalikan permintaan dan penawaran minyak sawit, termasuk harga CPO internasional.

Lembaga ini, menurut Jokowi, akan menetapkan standar baku produk CPO. "Standar baru itu hasil harmonisasi dari standar yang berlaku di Indonesia dan Malaysia," ujarnya, usai pertemuan yang berlangsung di Istana Bogor.

Dalam pertemuan dua kepala negara tersebut, Indonesia dan Malaysia juga sepakat menetapkan pembentukan zona ekonomi hijau. Zona ini, menurut Jokowi,  merupakan suatu kawasan industri kelapa sawit. Dengan zona ini diharapkan akan terjadi peningkatan nilai tambah dari produksi CPO di dua negara.

Nah, untuk merealisasikan dua kesepakatan tadi, Indonesia dan Malaysia akan membentuk satuan tugas gabungan atau joint task force.

Najib dalam sambutannya mengatakan, kesepakatan ini menjadi sejarah bagi kedua negara. Sebab, pembahasan pembentukan dewan sawit antara Indonesia dan Malaysia sudah dilakukan sejak 2006. "Namun tidak ada keputusan yang dibuat," kata Najib.

Menteri Koordinator Maritim Rizal Ramli usai mendampingi Jokowi bertemu dengan Najib Razak, mengatakan, pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara atau moratorium penggunaan standar CPO yang dibuat Uni Eropa. Moratorium dilakukan karena Indonesia dan Malaysia akan membentuk standar baru atas produk CPO yang dihasilkannya. "Standar negara barat yang merugikan kita hold," ujar Rizal.

Rizal menambahkan, selama ini standar CPO dari Uni Eropa telah merugikan produsen CPO lokal, terutama skala kecil. Untuk menyiasati penurunan permintaan CPO akibat kebijakan itu, pemerintah akan melobi Pemerintah China dan India agar mau menggunakan standar CPO yang dibuat Indonesia-Malaysia.

Kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia ini akan berdampak pada harga CPO dunia. Mengutip Bloomberg, pada Jumat (9/10) harga CPO pengiriman Desember 2015 di Malaysia Derivative Exchange turun 2,59% menjadi RM 2.217 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×