Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Setelah meneken Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA) dengan Hong Kong beberapa waktu lalu guna mendapatkan informasi keuangan wajib pajak (WP) Indonesia yang memiliki rekening keuangan di Hong Kong, maka usai Lebaran, pemerintah Indonesia akan menjajaki perjanjian serupa dengan Singapura.
Asal tahu saja, berdasarkan data amnesti pajak, Singapura menempati urutan pertama jumlah dana repatriasi sebesar Rp 83,25 triliun dan urutan pertama deklarasi harta luar negeri sebesar Rp 741.59 triliun. Dengan demikian, potensi dana WP Indonesia yang ada di sana paling besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, terkait BCAA dengan Singapura, ia yang akan memimpin delegasi dari Indonesia, “Pokoknya kami selesaikan semua ini dulu. Sesudah Lebaran kami rencanakan kembali. Saya insya Allah (yang memimpin),” katanya di Kantor Ditjen Pajak , Rabu (21/6).
Terpisah, Ditjen Pajak Ken Dwijugiasteadi bilang, BCAA dengan Singapura setelah Lebaran memang akan kembali diproses. Menurut Ken, terkait prosesnya, Indonesia sudah tidak perlu lagi melakukan negosiasi dengan Singapura soal perjanjian tersebut lantaran Indonesia sudah memenuhi syarat dari Singapura, yaitu BCAA dengan Hong Kong.
“Tidak usah nego. Langsung saja, mereka pasti mau. Ini bukan untuk kepentingan Indonesia saja melainkan seluruh dunia. Pokoknya Singapura minta kalau Hong Kong sudah,” ucapnya.
Ia menjelaskan, Singapura merupakan salah satu negara dari 100 negara peserta Automatic Exchange of Information (AEoI) yang memiliki kerangka perjanjian BCAA. Sementara 90 negara lainnya termasuk Indonesia memilih perjanjian multilateral atau MCAA sehingga tidak perlu satu per satu secara bilateral.
Menurut Ken, 10 negara itu adalah Singapura, Hong Kong, Panama, Uni Emirat Arab, Macau, Brunei, Dominika, Vanuatu, Trinidad Tobago, dan Bahama. Negara tersebut, katanya, memiliki pertimbangan tersendiri untuk menggunakan kerangka perjanjian BCAA.
Ia menambahkan, usai Lebaran, pemerintah Indonesia juga akan lakukan penandatanganan joint declaration dengan Swiss yang sebelumnya direncanakan pekan depan, “Ada kesalahan. Indonesia dikira ikut yang 2019, padahal 2018. Tadi itu drafnya mereka 2019. Drafnya sendiri sudah ada, saya tinggal tanda tangan saja,” ucap Ken.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News