Reporter: Choirun Nisa | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Guru besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan pertumbuhan e-commerce kini melesat cepat. Sayangnya hal ini tidak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat pula.
Hal ini disebabkan kurangnya aturan pajakĀ e-commerce yang kurang memadai.
"Pajak online itu kan belum ada. Padahal sudah dimasukkan ke DPR dan dibentuk pansus (panitia khusus) e-commerce tapi hingga kini belum beres juga," ujarnya ketika dihubungi KONTAN via telepon pada Jumat (28/7).
Padahal, menurut Rhenald, pertumbuhan e-commerce sedang kencang-kencangnya.
Ia mengatakan, lapak online seperti Tokopedia misalnya mengklaim 1,5-2 kali lipat penghasilannya dibanding BukaLapak.
"Apalagi dengan adanya Hari Belanja Online saja bisa menghasilkan Rp 100 miliar per hari, maka Tokopedia bisa menghasilkan hingga Rp 200 miliar per hari saja."
Hal ini menurutnya belum ditambahkan dengan gimmick lain yang bisa mendorong masyarakat tertarik untuk berbelanja seperti adanya bisnis diskon dan bebasnya ongkos kirim. Gimmick ini makin menambah besar omset penjualan e-commerce.
Akan tetapi, karena minimnya peraturan perundang-undangan yang mengatur maka tidak banyak pajak yang dapat ditarik dari sektor ini.
Padahal, menurutnya, pajak yang didapat dari sektor e-commerce yang pesat ini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pula.
Hal ini, menurut Rhenald, disebabkan pengaturan pajak di Indonesia yang menggunakan sistem self-assestment berdasarkan pelapor pajak sendiri sehingga Direktorat Jenderal Pajak pun tak bisa berbuat banyak jika tidak ada pelaporan.
"Karena tidak terlalu ketat aturan pajaknya, ya tidak bisa menaikkan secara cepat. Pertumbuhan mungkin naik, tapi tidak banyak jika minim aturan begini," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News