Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa negara mitra dagang Indonesia telah resmi masuk ke jurang resesi, dengan pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut.
Sebut saja Jepang. Negara Matahari Terbit mencatat pertumbuhan kuartal IV-2023 turun 0,4% yoy. Ini melanjutkan penurunan 3,3% YoY pada kuartal sebelumnya.
Sedangkan ekonomi Inggris pada tiga bulan terakhir 2023 turun 0,3% YoY, bahkan lebih dalam dari penyusutan 0,1% YoY pada kuartal III-2023.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, performa negara-negara tersebut akan memberi dampak kepada Indonesia, terutama dari jalur perdagangan dan investasi.
Namun, David memberi catatan, yang akan paling memberi dampak kepada aktivitas perekonomian Indonesia adalah Jepang.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Malaysia Melambat Pada 2023
“Jepang memiliki porsi yang cukup besar pada perdagangan dan investasi. Namun, kalau Inggris lebih kecil,” terang David kepada Kontan.co.id, Minggu (18/2).
Adapun dari sisi perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke Jepang di sepanjang tahun 2023 tercatat sebesar US$ 18,88 miliar. Ini memegang porsi 7,63% terhadap total ekspor Indonesia di sepanjang tahun lalu.
Sedangkan dari sisi penanaman modal asing (PMA), Jepang menduduki peringkat empat, sebagai negara yang paling banyak berinvestasi di Indonesia.
Dana investasi dari Jepang di sepanjang tahun lalu tercatat sebesar US$ 4,6 miliar.
Untuk menjaga agar performa perdagangan dan investasi Indonesia menyusut akibat kinerja ekonomi negara mitra tersebut, David pun menyarankan Indonesia untuk diversifikasi negara mitra.
“Perlu diversifikasi negara-negara. Jangan fokus ke satu atau dua negara aja, tetapi lebih distribusi,” tegas David.
Selain itu, Indonesia juga harus lebih aktif dalam menjemput bola. Dalam hal ini, bisa dengan memanfaatkan situasi yang ada.
Ia mengambil contoh. Indonesia bisa mengimpor bahan baku dari China. Mengingat saat ini bahan baku China melimpah dan bisa didapatkan dengan harga murah.
Kemudian, bahan baku tersebut diolah di dalam negeri. Bahkan bisa juga untuk mengundang investor yang mau menanamkan modal di Indonesia dalam hal pengolahan bahan baku tersebut.
Baca Juga: Menakar Imbas Resesi Jepang Bagi Ekonomi Indonesia
Bahan baku yang sudah diolah menjadi barang jadi, bisa kemudian diekspor ke negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) atau negara-negara lain yang mengurangi produk dari China.
“Jadi Indonesia bisa juga menangkap kesempatan untuk rerouting. Atau mungkin bahasa yang lebih awam di masyarakat, kita menjadi re-seller, atau distributor dalam tanda kutip,” tambah David.
Meski demikian, untuk sepanjang tahun 2024, David yakin nilai perdagangan masih akan mumpuni. Surplus neraca perdagangan barang Indonesia pun masih akan bertahan.
Walaupun, ada kemungkinan mengecilnya surplus akibat penurunan harga komoditas dan peningkatan impor menyambut aktivitas ekonomi dalam negeri yang makin meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News