kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rencana penerapan pajak karbon dinilai bisa membuat iklim investasi batubara memburuk


Senin, 07 Juni 2021 / 17:26 WIB
Rencana penerapan pajak karbon dinilai bisa membuat iklim investasi batubara memburuk
ILUSTRASI. Aktivitas perusahaan penimbunan batu bara yang dilakukan secara terbuka di tepi Sungai Batanghari terlihat dari Muarojambi, Jambi, Kamis (18/10/2018). . ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menarik pajak karbon sebesar Rp 75 per kilogram (Kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Tujuannya untuk mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus mengendalikan pencemaran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh emisi karbon.

Kebijakan tersebut tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beleid ini rencananya akan dibahas secepatnya di tahun ini sebab sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) oleh parlemen.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan rencana kebijakan tersebut jelas bakal membebani perusahaan batubara. Menurutnya ini akan menjadi beban baru perusahaan, setelah sebelumnya batubara juga dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% pasca Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diberlakukan akhir tahun lalu.

Baca Juga: Barang kebutuhan pokok hingga hasil pertambangan dan migas bakal ditarik PPN

Hendra bilang pungutan pajak baru tersebut akan berpengaruh secara signifikan kepada profit perusahaan. Setali tiga uang akan berdampak buruk bagi iklim investasi batubara, dan rencana investasi perusahaan ke depan.

“Pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap rencana investasi perusahaan yang akan bertransisi ke energi yang lebih ramah lingkungan,” kata Hendra kepada Kontan.co.id, Senin (7/6).

Di sisi lain, masa depan sektor batubara makin terancam setelah kelompok tujuh negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia atau G7 menyatakan kesepakatan untuk menghentikan pendanaan internasional proyek energi batubara pada akhir tahun ini. 

Dilansir dari Bloomberg, Senin (7/6), Perancis berencana menghentikan pembangkit listrik yang berasal dari energi batubara sepenuhnya pada akhir 2022. Sementara Italia dan Jerman akan melakukan hal sama masing-masing pada tahun 2025 dan 2038.

Baca Juga: Pemerintah berencana kenakan tarik pajak karbon Rp 75 per kg

Lebih lanjut, dari revisi UU KUP yang dihimpun Kontan.co.id menyebutkan pajak karbon dipungut dari orang pribadi atau korporasi yang membeli barang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon.

Dari sisi administrasi perpajakannya, pajak karbon terutang dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Pajak karbon terutang pada saat pembelian barang yang mengandung karbon atau pada periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu.

Dari sisi penerimaan, nantinya uang pajak yang didapat dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.

Catatan, Pasal 44G ayat 6 menjelaskan apabila beleid ini diundangkan, maka pemerintah akan segera menurunkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait sebagai aturan pelaksana pajak karbon antara lain terkait tarif dan penambahan objek pajak yang dikenai karbon.

Baca Juga: Penjualan ban Bridgestone kecipratan efek positif dari insentif PPnBM otomotif

Kemudian, pemerintah juga akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait untuk mengatur lebih lanjut soal subjek pajak karbon, tata cara perhitungan, pemungutan, pembayaran, pelaporan, dan mekanisme pengenaan pajak karbon. Selain itu, memerinci alokasi penerimaan yang didapat dalam rangka pengendalian perubahan iklim.

“Kebijakan reformasi perpajakan pasti kita lakukan dengan analisis yang mendalam arahnya ke mana hingga dampak terhadap perekonomian dengan terukur. Dengan tetap menjaga iklim investasi, dan memperkuat sistem perpajakan,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu saat Media Briefing dengan Media Terkait Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Fiskal 2022, Jumat (4/6).

Selanjutnya: Ini kata pengamat perpajakan DDTC soal rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×