Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menarik pajak karbon sebesar Rp 75 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Tujuannya untuk mengendalikan pencemaran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh emisi karbon.
Kebijakan tersebut tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beleid ini rencananya akan dibahas secepatnya di tahun ini sebab sudah ditetapkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) oleh parlemen.
Lebih lanjut, dari revisi UU KUP yang dihimpun Kontan.co.id menyebutkan, pajak karbon dipungut dari orang pribadi atau korprasi yang membeli barang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon.
Dari sisi administrasi perpajakannya, pajak karbon terutang dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Pajak karbon terutang pada saat pembelian barang yang mengandung karbon atau pada periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu.
Baca Juga: Harga batubara naik dan rencana pajak karbon, cek rekomendasi saham emiten batubara
Dari sisi penerimaan, nantinya uang pajak yang didapat dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.
Kelak, bila beleid ini diundangkan, maka pemerintah akan segera menurunkan peraturan pemerintah (PP) terkait sebagai aturan pelaksana pajak karbon antara lain terkait tarif dan penambahan objek pajak yang dikenai karbon.
Kemudian, pemerintah juga akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait untuk mengatur lebih lanjut soal subjek pajak karbon, tata cara perhitungan, pemungutan, pembayaran, pelaporan, dan mekanisme pengenaan pajak karbon. Selain itu, memerinci alokasi penerimaan yang didapat dalam rangka pengendalian perubahan iklim.
Sebagai informasi, di negara lain pajak karbon dikenakan pada bahan bakar fosil karena emisi karbon yang ditimbulkan seperti batubara, solar, dan bensin. Adapun Jepang, Singapura, Perancis, dan Chile mengenakan pajak karbon dengan rentang tarif US$ 3 hingga US$ 49 per ton CO2e.
Dengan menggunakan kurs rupiah sebesar Rp 14.500 per dollar Amerika Serikat (AS) maka rata-rata pajak karbon di empat negara tersebut berkisar Rp 43.500 hingga Rp 710.500 per ton. Sementara, jika rencana kebijakan pajak karbon pemerintah Indonesia dikonversi dalam ton maka sekiar Rp 75.000 per ton.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, rencana kebijakan pajak karbon merupakan bagian dari formasi perpajakan dengan tetap mempertimbangkan struktur perekonomian saat ini hingga ke depan.
Rencana kebijakan perpajakan itu diharapkan bisa mengoptimalkan penerimaan negara untuk memenuhi belanja negara. Dus, perekonomian bisa pulih dari dampak pandemi virus corona.
“Kebijakan reformasi perpajakan pasti kita lakukan dengan analisis yang mendalam arahnya ke mana hingga dampak terhadap perekonomian dengan terukur. Dengan tetap menjaga iklim investasi, dan memperkuat sistem perpajakan,” kata Febrio saat Media Briefing dengan Media Terkait Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Fiskal 2022, Jumat (4/6).
Febrio menekankan eformasi perpajakan dalam konsolidasi fiskal tak hanya dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Hampir seluruh negara di dunia pun melakukan kebijakan pajak baru dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi di masing-masing negara.
Selanjutnya: Ini kata kandidat Ketua Umum Kadin mengenai tarif dan jenis pajak baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News