Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Perpajakan berupaya mendorong penerimaan melalui berbagai macam reformasi. Salah satunya melalui penertiban impor berisiko tinggi khususnya untuk bea dan cukai.
Terbukti, realisasi penerimaan bea dan cukai sepanjang kuartal I/2018 hingga 3 April 2018 sebesar Rp18,9 triliun atau meningkat 17,6% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp16,1 triliun. Sementara dari target keseluruhan sepanjang 2018 penerimaan kuartal I hanya 9% dari Rp194,1 triliun.
Sedangkan, penerimaan pajak Maret 2018 tumbuh 16,93% dibanding periode sama tahun 2017. Angka ini tidak memasukkan penerimaan dari amnesti pajak tahun lalu. Bila digabungkan dengan angka amnesti pajak, pertumbuhan penerimaan hanya sebesar 10,62%.
Pengamat Ekonomi PT Samuel Asset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan, dengan adanya reformasi tersebut memang bisa mendorong penerimaan.
“Implementasinya itu apakah masih paper work apakah sudah otomatis, kalau sudah dalam bentuk digital dan otomatisasi, itu lebih meyakinkan,” ujarnya saat di hubungi Kontan.co.id, minggu (8/4).
Catatan Lana, jika masih berbasis paper work belum maksimal. Dengan proses digital, selain mempercepat juga bisa lebih efisien.
“Kalau itu bisa di jalankan saya kira semua yang prosesnya digital itu lebih efisien dan orang pun tidak bisa mengelak, seperti lapor SPT (surat pemberitahuan tahunan) contohnya,” kata dia.
Di sisi lain, hingga akhir tahun penerimaan secara keseluruhan akan di dorong oleh pajak, di mana sudah terlihat dari pelaporan SPT yang mengalami pertumbuhan cukup bagus.
Namun dari sisi bea dan cukai kontribusi penerimaan akan di dorong oleh cukai. Sementara, dari sisi bea perlu ada inovasi pada sektor ekspornya. Walau impornya ada kenaikan tapi belum bisa menopang pertumbuhan penerimaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News