Reporter: Handoyo, Herlina KD, Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Sejak September lalu, pemerintah rajin meluncurkan serangkaian paket kebijakan ekonomi untuk memulihkan roda ekonomi nasional.
Namun, dari kebijakan yang telah meluncur, belum seluruhnya bisa terealisasi.
Alhasil, efek obat penangkal krisis ini pun belum terasa.
Bila tak ada aral melintang, hari ini pemerintah akan kembali mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid VI.
Rencananya, paket kebijakan ini akan berisi tentang fasilitas kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), aturan tentang sumber daya air dan sistem penyediaan air minum serta aturan tentang Indonesia National Single Window (INSW).
Tapi, bila menengok ke belakang, paket kebijakan ekonomi jilid I-V masih minim efeknya bagi masyarakat.
Bahkan, hingga kini masih ada aturan dalam paket kebijakan ekonomi I-V belum rampung direvisi.
Ambil contoh dalam paket kebijakan ekonomi jilid I.
Dalam paket kebijakan ini setidaknya ada 134 aturan yang akan dirombak.
Dari 134 beleid yang akan dirombak dalam paket kebijakan jilid I, perinciannya ada 17 PP, 11 peraturan presiden (perpres), 2 instruksi presiden (inpres), 96 permen, dan delapan peraturan lainnya.
Tapi, hingga kini belum seluruh aturan dalam paket deregulasi itu rampung.
Deregulasi di Kementerian Perdagangan (Kemdag) misalnya, dari 32 aturan yang harus dirombak, kini masih ada 12 aturan yang belum selesai direvisi.
Beberapa aturan yang belum selesai direvisi antara lain tentang impor limbah B3, perdagangan minuman beralkohol (minol), impor barang modal bukan baru, ekspor impor beras, impor produk gula, impor besi baja dan aturan impor garam.
Ketua tim Deregulasi Kemdag Arlinda berdalih, belum rampungnya revisi aturan di Kemdag lantaran Kemdag harus berhati-hati dan mencermati dengan seksama dalam menyusun revisi kebijakan.
"Kami duduk bersama, sehingga ketika kebijakan keluar menjadi kesepakatan bersama (melibatkan pihak-pihak terkait)," ujarnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution juga mengakui, paket kebijakan pertama yang disusun sebelumnya terlalu ambisius.
Alhasil, proses perombakannya memakan waktu lama.
Darmin juga bilang, hingga kini pemerintah juga belum bisa menilai perbaikan-perbaikan yang sudah dicapai melalui sejumlah kebijakan di dalam paket kebijakan I hingga V.
Meski begitu, ia meyakini dampak dari paket kebijakan ekonomi akan terasa dalam beberapa waktu ke depan.
Maklum, bila dirunut lagi, serangkaian paket kebijakan yang digelontorkan pemerintah minim kebijakan yang bisa mendongkrak daya beli.
Sebagian besar isi paket kebijakan lebih mengarah pada upaya mendorong industri nasional.
Akibatnya, baru sebagian dari isi paket kebijakan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Beberapa diantaranya adalah penurunan harga solar Rp 200 per liter, diskon tarif listrik bagi industri untuk jam-jam tertentu, insentif diskon pajak atas bunga deposito milik eksportir yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid II.
Selain itu ialah kebijakan penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk alat transportasi terutama bagi sektor galangan kapal, kereta api, pesawat dan suku cadang.
Di sisi percepatan izin investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga telah merevisi Peraturan Kepala BKPM Nomor 5 Tahun 2003 terkait Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan, dan Peraturan Kepala BKPM Nomor 3 Tahun 2012.
Selain itu, BKPM telah mengaplikasikan perizinan tiga jam yang termuat dalam paket kebijakan jilid III.
"Selama investor memenuhi syarat komitmen investasi Rp 100 miliar dan menyerap 1.000 orang tenaga kerja, kami sanggup keluarkan izin dengan cepat," kata Himawan Hariyoga, Deputi Promosi Penanaman Modal BKPM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News