Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meningkatnya realisasi investasi nyatanya tidak sebanding dengan serapan tenaga kerja baru. Hal ini karena, investor cenderung lebih tertarik untuk berinvestasi di sektor padat modal, yang umumnya dikerjakan oleh mesin.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, rendahnya serapan tenaga kerja tidak bisa disimpulkan hanya karena banyak investasi teknologi canggih atau industri 4.0 yang masuk.
“Itu saya kira klaim berlebihan. Misalnya soal investasi smelter pengolahan minerba apa kemudian full mesin canggih sehingga tenaga kerja menjadi berkurang? Tidak juga,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (28/4).
Dia mencontohkan di banyak negara, industri smelter justru membutuhkan banyak tenaga kerja fisik. Menurutnya, permasalahan utamanya adalah pada fenomena decoupling atau laporan realisasi investasi tumbuh tapi serapan tenaga kerja menciut.
Hal tersebut kata Dia, terjadi karena kualitas investasi yang masuk rendah, tidak bersifat padat karya, dan serapan pekerja lokalnya tidak optimal.
Baca Juga: Investor Lebih Tertarik ke Sektor Padat Modal, Serapan Tenaga Kerja Jadi Rendah
Adapun untuk meningkatkan lapangan kerja, pemerintah sendiri akan fokus pada UMKM. Investor juga wajib melibatkan UMKM dalam menjalakan bisnis usahanya.
Menanggapi hal tersebut, Bhima mengatakan justru antara investasi yang masuk tidak berkorelasi dengan UMKM sebagai bagian dari rantai pasok.
“Jadi ada hollow in the middle, begitu investasi jumbo masuk, UMKM dipandang sebagai bagian dari corporate social responsibility (CSR) bukan kerja sama untuk menyuplai barang ke pabrik misalnya,” kata Dia.
Menurutnya, pemerintah harus lebih mendorong investor agar mau bekerja sama dengan UMKM di tingkat rantai pasok. Selain itu, pengawasan tenaga kerja asing juga perlu lebih diperketat terutama tugas dari Disnaker untuk penindakan di lapangan.
“Dari sisi pasokan tenaga kerja juga harus ada link and match antara output dengan kualifikasi skill yang dibutuhkan di investasi yang masuk,” tambahnya.
Lebih lanjut, Bhima juga menyarankan agar pemerintah bisa melakukan seleksi ketat lagi kepada investor yang akan masuk, berdasarkan lokasi dan tingkat serapan tenaga kerja, dan juga memperbaiki model insentif perpajakan yang kurang tepat sasaran, memberikan arahkan untuk menarik lebih banyak investasi padat karya di sektor industri, pertanian dan perikanan.
Baca Juga: Bahlil Klaim Investor Asing Ingin Presiden Berikutnya Seperti Jokowi
Untuk diketahui, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada kuartal I 2023 mencapai Rp 177 triliun, tumbuh 20,2% dari periode sama tahun lalu.
Meski meningkat sebesar 16,5% dibanding dengan periode yang sama tahun lalu, dari realisasi investasi yang masuk hanya mampu menyerap 384.892 Tenaga Kerja Indonesia (TKI), alias tidak sebanding dengan investasi yang masuk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News