kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Rasio C-efficiency Rendah, Potensi Penerimaan Pajak Dinilai Kurang Optimal


Selasa, 25 Juni 2024 / 19:06 WIB
Rasio C-efficiency Rendah, Potensi Penerimaan Pajak Dinilai Kurang Optimal
ILUSTRASI. Peraturan Pajak: Suasana pelayanan di Kantor Pajak Jakarta Pesanggrahan, Jumat (29/12/2023). Bank Dunia menilai rasio efisiensi atau C-efficiency pajak pertambahan nilai (PPN) Indonesia masih rendah, yakni sebesar 0,53 atau 0,17 poin, di bawah rata-rata negara kawasan.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Dunia menilai rasio efisiensi atau C-efficiency pajak pertambahan nilai (PPN) Indonesia masih rendah, yakni sebesar 0,53 atau 0,17 poin, di bawah rata-rata negara kawasan. Hal ini membuat penerimaan pajak menjadi kurang optimal.

Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Supraman, menilai C-efficiency PPN Indonesia sangat kecill. Artinya, potensi yang dapat dioptimalkan oleh otoritas pajak hanya  dua kali penerimaan sekarang.

“Namun kalau melihat perbandingan 0,53 dibanding 1 memang terlihat kecil,” tutur Raden kepada Kontan.co.id, Selasa (25/6).

Baca Juga: Rasio Efisiensi PPN Indonesia Masih Rendah, Bikin Pungutan Pajak Kurang Maksimal

Sementara itu, Bank Dunia mencatat, rasio 1 menunjukkan sistem pemungutan pajak yang sangat efisien. 

Di samping itu, Raden juga melihat, jika mengacu pada biaya kebutuhan pajak yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, Indonesia terlalu banyak memberikan insentif pajak. Insentif yang dimaksud seperti PPN dibebaskan, PPN tidak dipungut, dan PPN ditanggung pemerintah.

Sebaliknya, di balik pengeluaran insentif pajak yang cukup besar, potensi penerimaan PPN justru belum tergali berasal dari insentif PPN dibebaskan.

Selain itu, secara makro ekonomi, pelaku bisnis di Indonesia banyak ditopang oleh pelaku usaha menengah ke bawah. Sedangkan pengusaha yang memiliki omzet di bawah Rp 5 miliar setahun sangat banyak.

Baca Juga: Peringkat Daya Saing Indonesia Naik ke 27 di Dunia, Lampaui Jepang Hingga Inggris

“Dengan ketentuan yang ada sekarang, pengusaha yang memiliki omzet di bawah Rp 4,8 miliar tidak wajib memungut PPN. Artinya sebagian besar pelaku usaha Indonesia memang tidak bayar PPN,” ungkapnya.

Untuk diketahui, Bank Dunia menyampaikan, rasio C-efficiency mengukur pengumpulan pajak aktual terhadap apa yang bisa diperoleh jika tarif standar PPN diterapkan pada seluruh konsumsi final dalam negeri.

Hal ini digunakan untuk menganalisis seberapa efektif tarif pajak dalam meningkatkan pendapatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×