Sumber: TribunNews.com | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pendiri Yayasan Bung Karno, Rachmawati Soekarnoputri membantah dirinya merencanakan penggulingan Pemerintahan Joko Widodo di hari yang sama ketika aksi 2 Desember berlangsung.
Putri presiden pertama Indonesia ini menyebut, memang ada rencana aksi di depan Kompleks Parlemen Senayan. Namun, demonstrasi yang rencananya dia ikuti bertujuan menyerahkan petisi pada Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan agar konstitusi Indonesia kembali pada Undang-Undang Dasar 1945 yang asli, sebelum ada empat amandemen pascareformasi.
"Saya putri presiden, tahu rambu-rambu hukum," kata Rachmawati di kediamannya, Jalan Jati Padang Raya, Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (7/12).
Menurutnya, unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR berbeda dengan aksi Bela Islam III yang berlangsung di kawasan Monumen Nasional. "(Rencana unjuk rasa) sudah kami laporkan ke polisi dan baru mulai pada 13.00 WIB, setelah aksi di Monas," kata Rachmawati.
Ia mengaku telah menegaskan berkali-kali pada massa aksi yang hendak menyuarakan aspirasi mereka di depan parlemen agar tidak masuk dan hanya menyerahkan petisi pada Zulkifli Hasan.
Terkait rapat-rapat jelang 2 Desember, dia membantah sebagai pertemuan untuk merancang penggulingan Jokowi. "Tanggal 1 Desember saya lakukan jumpa pers bersama tokoh-tokoh nasional. Isinya cuma dua, pertama dukung aksi bela Islam untuk menangkap Ahok. Kedua akan melakukan aksi bela negara untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 yang asli," klaim Rachmawati.
Sebelumnya, terkait tudingan berniat makar atau pemufakatan jahat kepada pemerintahan sah, kepolisian menangkap Rachmawati Soekarnoputri di kediamannya di Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan padal 2 Desember 2016 pukul 05.00 WIB, sesaat sebelum aksi 212 di Monas. Ia kemudian dibebaskan pada 2 Desember 2016 malam, karena alasan kesehatan.
Rachmawati disangkakan Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP.
(Valdy Arief)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News