Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Utang Luar Negeri Swasta (ULN) swasta pada tahun 2024 diperkirakan cenderung stagnan, setelah mengalami kontraksi pada kuartal I hingga kuartal IV 2023.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyampaikan, ULN swasta mengalami kontraksi karena pelaku usaha cenderung wait and see, utamanya karena Indonesia sedang menjalankan pemilihan umum (pemilu) 2024.
“Tahun ini ULN swasta ada kecenderungan stagnan, nanti kita lihat di akhir tahun gimana. Karena ULN erat kaitannya dengan sektor prioritas, kalau dulu kan infrastruktur, smelter, hilirisasi, dan komoditas,” tutur David kepada Konta, Kamis (15/2).
Meski cenderung stagnan, namun David memperkirakan setelah pemilu tahun ini berakhir, ULN swasta akan sedikit meningkat, dipengaruhi pemilu satu putaran. Hal ini karena, pelaku usaha akan segera mendapat kepastian hukum dan kebijakan untuk menjalankan usahanya di Tanah Air.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Meningkat Digunakan Pembiayaan Beberapa Program dan Proyek
Ia mencontohkan, pada 2014 saat pergantian kepemimpinan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Presiden Joko Widodo, tren ULN swasta sempat mengalami penurunan, termasuk kredit investasi, dan impor barang modal.
Pasca pemilu 2014 berakhir, ULN swasta mulai kembali meningkat karena ada ekspektasi bahwa beberapa sektor usaha akan meningkat. Sektor yang kala itu diprediksi meningkat adalah infrastruktur.
“Dari pak Prabowo yang kelihatannya jika dilihat dari hasil quick count kan menang, jadi ditunggu dari yang baru ini apa yang bisa mendongkrak pertumbuhan, strategi kebijakannya semacam apa dan tentunya termasuk portofolio kabinet,” ungkapnya.
Sebab, lanjutnya, faktor domestik akan menentukan keberlanjutan dunia usaha ke depannya. Di samping itu, investor juga pastinya sedang menunggu sektor-sektor prioritas yang akan didorong dan juga kebijakan yang berkaitan dengan dunia usaha yang nantinya akan diusung oleh kepemimpinan presiden selanjutnya.
“Bagaimana meningkatkan pendapatan negara, bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja itu yang penting. Terkait dengan non fisik seperti aturan perundang-undangan, aturan kepastian hukum, birokrasi, itu juga jadi PR.” terangnya.
Meski begitu, dari sisi fundamental perekonomian Indonesia, David menilai sudah cukup baik. Seperti inflasi yang tetap terjaga, neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus, dan juga neraca jasa.
“Ini tinggal diperbaiki bagaimana dari segi strateginya. Pemerintah juga harus membaca geopolitik 10 tahun ke depan bagaimana kondisi arah perekonomian global, apa yang bisa kita manfaatkan untuk pengembangan industri dalam negeri, ini yang paling ditunggu,” pungkasnya.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Meningkat Jadi US$ 407,1 Miliar pada Akhir 2023
Untuk diketahui, Utang Luar Negeri Swasta (ULN) swasta mengalami kontraksi pada kuartal IV 2023. Bank Indonesia (BI) melaporkan, ULN swasta tercatat sebesar US$ 197,0 miliar, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,9% secara tahunan (year on year/yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan III 2023 sebesar 3,5% yoy.
Dalam keterangan resminya, Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan, Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 2,4% (yoy) dan 1,8% (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 78,7% dari total ULN swasta.
ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 74,9% terhadap total ULN swasta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News