kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.164.000   41.000   1,93%
  • USD/IDR 16.695   76,00   0,46%
  • IDX 8.125   85,16   1,06%
  • KOMPAS100 1.130   12,55   1,12%
  • LQ45 811   6,69   0,83%
  • ISSI 282   3,69   1,32%
  • IDX30 425   2,99   0,71%
  • IDXHIDIV20 489   5,53   1,14%
  • IDX80 124   1,36   1,11%
  • IDXV30 133   1,56   1,18%
  • IDXQ30 135   1,11   0,83%

Program Mahal Pemerintah Dinilai Belum Efektif Atasi Ketimpangan Ekonomi Masyarakat


Selasa, 02 September 2025 / 14:07 WIB
Program Mahal Pemerintah Dinilai Belum Efektif Atasi Ketimpangan Ekonomi Masyarakat
ILUSTRASI. Ekonom menilai program-program pemerintah beranggaran mahal belum efektif dampaknya ke masyarakat. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/bar


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, menilai program-program pemerintah beranggaran mahal belum efektif dampaknya ke masyarakat.

Ia mencontohkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya melonjak dari Rp107 triliun pada tahun 2025 menjadi Rp 335 triliun pada 2026, atau setara 44% dari total anggaran pendidikan.

Selain itu, belanja untuk pertahanan, keamanan, dan ketertiban mencapai sekitar Rp 565 triliun atau hampir 19% dari total belanja pemerintah. 

Baca Juga: Tantangan Fiskal Indonesia, Utang Tinggi Ancam Program Prioritas Pemerintah

“Permasalahannya adalah bagaimana anggaran itu dibelanjakan, serta transparansi dan pertanggungjawabannya yang masih tidak jelas hingga hari ini. Apakah untuk memperkuat alat pertahanan negara, atau justru berpotensi digunakan untuk memukul rakyatnya sendiri,” ujar Deni dalam diskusi publik, Selasa (2/9/2025).

Ia juga menyoroti alokasi bantuan modal bagi koperasi sebesar Rp 3 miliar per unit untuk 80.000 koperasi. Hingga kini, kata Deni, banyak yang tidak jelas keberadaannya, keanggotaan, maupun sistem pengelolaannya.

Di sisi lain, belanja untuk DPR justru meningkat signifikan. Deni mencatat, anggaran gaji dan tunjangan DPR naik dari Rp 5,9 triliun pada 2024 menjadi Rp 9,9 triliun di 2025–2026. 

Baca Juga: Kepala Bapenas Sebut APBN Terbatas,Pemerintah Fokus Belanja 2026 di Program Asta Cita

“Itu berarti setiap anggota DPR bisa mendapatkan hingga Rp 1,4 miliar per bulan. Kalau gajinya Rp100 juta per bulan, itu artinya ada Rp 1,3 triliun untuk aktivitas lain untuk setiap anggota DPR,” jelasnya.

Selain beban pusat, daerah juga terdampak akibat berkurangnya transfer ke daerah. Dalam APBN 2025, transfer daerah dipangkas Rp 50 triliun, dan tahun depan diperkirakan turun lagi hingga 24%. 

“Dengan kapasitas fiskal terbatas di daerah, pilihan pemerintah daerah sering kali menaikkan PBB, dan itu menjadi beban tambahan masyarakat. Permasalahannya adalah keadilan dan tekanan hidup itu mengancam perekonomian dan demokrasi kita,” jelas Deni.

Menurut Deni, ketidakadilan prioritas anggaran ini memperdalam keresahan publik. 

“Gelombang protes hari ini merupakan akumulasi penolakan atas ketimpangan dan kontrak sosial yang timpang. Rakyat merasa dikhianati karena elit politik tampil arogan dan tidak peka,” katanya.

Baca Juga: BGN Beberkan Alasan Pemerintah Impor Food Tray untuk Program MBG

Ia mengingatkan, bila akar masalah ini tidak segera diatasi, Indonesia berisiko menghadapi krisis ekonomi, delegitimasi negara, hingga degradasi demokrasi. 

“Dan yang ditakutkan, sejarah mengajarkan pada 1997–1998, ketimpangan, kesulitan ekonomi, korupsi, dan lemahnya penegakan hukum bisa memicu krisis multidimensi yang parah dan berlangsung lama,” katanya.

Ia menekankan kepada pemerintahan Presiden Prabowo agar segera mengatasi akar permasalahan utamanya, dan bukan sekedar pidato. Jika tidak, hal-hal yang seperti ini akan terus berjadi dan berulang-ulang.

Selanjutnya: Sri Mulyani Bantah Pangkas Anggaran Daerah di 2026

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Serba Gratis 1-15 September 2025, Beli 2 Gratis 1 Entrasol-Sunsilk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU

[X]
×