kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Produsen ponsel lokal tunda pabrik dan ekspansi


Senin, 13 Oktober 2014 / 09:25 WIB
Produsen ponsel lokal tunda pabrik dan ekspansi
ILUSTRASI. Petugas menunjukkan uang dolar AS dan uang rupiah di salah satu kantor cabang PT. Bank Mandiri Persero Tbk, Jakarta, Selasa (31/1/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Niat produsen ponsel lokal untuk merakit ponsel di dalam negeri, sepertinya, masih belum bisa terealisasi. Para pebisnis malah terpaksa menunda rencana tersebut lantaran iklim investasi di Indonesia, saat ini, masih belum stabil.

Salah satunya pemilik merek ponsel Evercoss, PT Aries Indo Global (AIG). Sebetulnya, Evercoss ingin membuat smartphone alias ponsel pintar di pabrik yang berada di Semarang, Jawa Tengah. Namun, perusahaan ini terpaksa menunda produksi ponsel cerdas karena terbebani tiga hal.

Pertama, masih ada regulasi yang membebani perusahaan domestik dalam membuat smartphone. "Komponen ponsel masih dikenai pajak masuk, sementara barang impor utuh (CBU) justru pajak masuknya nol persen. Ini, kan, lucu, bagaimana kami bisa bersaing dengan ponsel impor," jelas Direktur Utama Aries Indo Global Edward Sofiananda kepada KONTAN, Jumat (10/10) lalu.

Edward menilai, hal ini sebetulnya menjadi persoalan klasik. Pebisnis telah meminta pemerintah untuk segera menghapuskan bea masuk komponen ponsel. Hanya saja, pemerintah sampai saat ini belum menunjukkan itikad baik merevisi aturan ini.

Kedua, belum jelas aturan tentang insentif yang bakal diberikan oleh pemerintah bagi pebisnis yang akan bangun pabrik di Indonesia. Dia bilang, idealnya, perusahaan lokal yang ingin bangun pabrik bisa memperoleh insentif pajak seperti tax holiday atau sejenisnya. "Kami ini seperti anak ayam yang dilepas oleh induknya. Sementara induknya lebih sayang sama yang bukan anaknya," keluh Edward.

Belum lagi persoalan ketiga, yakni nilai tukar rupiah yang masih saja terkapar terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini jelas menimbulkan ketidakpastian terhadap bisnis ponsel. "Kami harap pemerintahan terpilih mendatang mampu mengatasi kondisi ini, yaitu bisa menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil," ungkapnya.

Sebelumnya, Evercoss siap menganggarkan Rp 1 triliun untuk bangun pabrik. Tahap pertama, pabrik akan memproduksi 300.000 unit per bulan dengan bujet investasi senilai Rp 300  miliar dari Rp 1 triliun. Selanjutnya, kapasitas produksi akan terus ditambah secara bertahap. Lantaran rencana, sampai saat ini Evercoss masih mengimpor ponsel dari China. 

Cerita lain datang dari PT Hartono Istana teknologi. Pemilik merek Polytron ini belum bisa memproduksi ponsel pintar di dalam negeri. Tahun ini, Polytron masih memproduksi ponsel fitur biasa di pabrik Kudus, Jawa Tengah. "Semoga untuk pabrik smartphone bisa mulai akhir tahun 2014 atau selambatnya tahun 2015 nanti," ujar Santo Kadarusman, Public Relations and Marketing Event Manager Polytron kepada KONTAN.

Berdasar catatan KONTAN, sejak Desember 2013, Polytron telah memproduksi sebanyak 30.000 unit ponsel per bulan. Nah, pabrik di Kudus tersebut sejatinya sudah disiapkan untuk bisa memproduksi hingga 100.000 unit ponsel per bulan. Namun, produksi sangat bergantung permintaan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×