Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dugaan adanya kartel ban yang dilakukan sejumlah perusahaan produsen ban ramai-ramai dibantah. Dalam persidangan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Senin (2/6), produsen ban menyatakan tidak ada bukti pihaknya melakukan kartel di ban roda empat.
Dalam persidangan dengan agenda jawaban dari produsen ban ini, Majelis Komisi Pengawas Persaingan Uhaha (KPPU) menerima dan mendengarkan tanggapan dari para terlapor yakni: PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Elang Perdana Tyre Industry, serta PT Industri Karet Deli.
Dari enam terlapor tersebut, Goodyear dan Elang Perdana membacakan tanggapan mereka, sementara yang lain menyerahkan langsung kepada majelis komisi KPPU. Dalam tanggapannya, Goodyear menolak secara tegas tudingan investigator KPPU bahwa pihaknya terlibat membuat perjanjian dengan anggota Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI).
"Kami mempunyai komitmen dan integritas. Komitmen kami membuat perusahaan kami termasuk perusahaan bereputasi baik versi Forbes," ujar Jim Venizelos, Associate General Counsel, Asia Pacific at The Goodyear Tire & Rubber Company.
Goodyear menilai KPPU keliru dalam mendefinisikan jenis ban. Seharusnya berdasarkan tipe ban, ukuran itu dibedakan. Contohnya, ring 13 tidak dapat digunakan dengan ring 16. Goodyear mengatakan mereka menentukan harga ban yang diproduksi secara independen oleh tim pricing dan mesti dikonsultasikan dengan induk usaha mereka.
Malahan, Goodyear mengklaim penjualan mereka mengalami penurunan. Hal itu menjadi bukti, pihaknya tidak mendapat manfaat apapun dari pertemuan di APBI. Karena itu, Goodyear meminta agar KPPU mencabut namanya sebagai salah satu terlapor dugaan kartel ban.
Hal senada juga dikemukakan Elang Perdana. Menurut kuasa hukum Elang Perdana Sehat Damanik, pengertian risalah yang dituding KPPU sebagai sumber kesepakatan melakukan kartel tidak sama dengan perjanjian. Risalah yang dimaksud hanyalah catatan saja perihal isi pembicaraan rapat. "Kalau ada anggota APBI banting harga dan diminta menahan diri, itu hanya himbauan untuk mengontrol diri supaya bisa bertahan hidup dalam usahanya," ujar Sehat.
Elang Persada juga menegaskan tidak ada satu pun laporan atau kesepakatan harga produksi ban di pasaran. Namun, APBI sebagai organisasi berkewajiban memberi himbauan agar anggotanya tidak saling menyegal di pasaran. Dan dalam hal itu, Elang Persada membantah adanyanya kesepakatan mengenai harga ban di pasaran seperti yang dituduhkan KPPU.
Atas alasan tersebut, Elang Persada menyatakan tidak pernah melanggar pasal 5 dan pasal 11 UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan ancaman hukuman denda maksimal sebesar Rp 25 miliar.
Kepala Biro Humas dan Hukum KPPU, Mohammad Reza mengatakan, KPPU akan mempelajari jawaban dari para terlapor tersebut. Namun berdasarkan fakta yang ditemukan pada masa penyelidikan adanya rapat APBI yang memerintahkan seluruh anggotanya untuk bertukar informasi serta paksaan untuk menahan diri dan mengontrol produksi ban guna menjaga agar pasar tetap kondusif sesuai dengan perkembangan permintaannya.
Tindakan menahan diri dipahami agar anggota APBI tidak melakukan praktik banting harga, karena jika pasar dibanjiri ban dengan harga murah, harga akan turun. "Dan ketika harga turun, akan sulit bagi anggota APBI mengakselerasi harga di kemudian hari," ujarnya.
Sebelumnya, KPPU menuding sejumlah produsen ban besar tersebut telah menjalankan praktik berbisnis tak sehat sejak tahun 2009 hingga 2012. KPPU menduga adanya kesepakatan yang tertuang dalam risalah rapat APBI. Isi risalah rapat menyebutkan anggota APBI wajib menyampaikan laporan produksi dan penjualan mereka. APBI juga mengharuskan anggotanya mengontrol pasokan agar harga stabil. Alhasil kesepakatan ini membuat harga ban tak kompetitif,
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News