kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.874.000   -21.000   -1,11%
  • USD/IDR 16.354   0,00   0,00%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%

Praktisi Perpajakan Ini Soroti Ketentuan Batas Waktu Pemeriksaan Pajak


Rabu, 28 Mei 2025 / 14:00 WIB
Praktisi Perpajakan Ini Soroti Ketentuan Batas Waktu Pemeriksaan Pajak
ILUSTRASI. Batas waktu pemeriksaan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK), bukanlah sekadar indikator administratif.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Persoalan ketentuan batas waktu dalam pemeriksaan pajak menjadi bahan perdebatan.

Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (PERKOPPI) Gilbert Rely mengatakan, batas waktu pemeriksaan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK), bukanlah sekadar indikator administratif. 

Menurutnya, ketentuan tersebut merupakan norma hukum yang bersifat mengikat baik bagi negara maupun wajib pajak.

Gilbert mempertanyakan logika hukum yang digunakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan diperkuat Putusan Mahkamah Agung No. 1633/B/PK/Pjk/2024, yang menyatakan bahwa pelanggaran terhadap batas waktu pemeriksaan tidak memengaruhi keabsahan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

“Kalau memang batas waktu pemeriksaan hanya untuk indikator kinerja internal DJP, mengapa aturan tersebut dimasukkan dalam UU dan PMK yang sifatnya mengikat? Ini bukan sekadar petunjuk teknis,” ujar Gilbert dalam acara Seminar Nasional Pajak di Hariston Hotel & Suites Jakarta, Selasa (27/5).

Baca Juga: IWPI Minta Pemerintah Tegakkan Batas Waktu Pemeriksaan Pajak

Lebih lanjut, ia mengangkat dilema yuridis yang muncul dari Putusan Mahkamah Agung No. 1633/B/PK/Pjk/2024, yang dalam putusannya memperkuat pandangan DJP bahwa batas waktu pemeriksaan hanyalah mekanisme administratif yang tidak memengaruhi keabsahan hasil pemeriksaan.

Gilbert juga mengajukan tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh pembuat kebijakan dan lembaga penegak hukum.

Pertama, jika batas waktu hanya instrumen administratif, mengapa diatur dalam peraturan formal dengan daya hukum?

Kedua, di mana posisi perlindungan hak-hak prosedural wajib pajak terhadap tindakan pemeriksaan yang melampaui waktu?

Ketiga, apakah penafsiran ini tidak menabrak prinsip Rechtsstaat yang mewajibkan semua tindakan negara tunduk pada aturan?

“Jangan sampai hukum dibuat hanya untuk mengatur rakyat, tapi tidak mengikat negara. Itu bukan negara hukum, tapi negara kekuasaan,” kata Gilbert.

Senada dengan Gilbert, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan juga mengkritik sikap DJP yang menurutnya menormalkan pelanggaran tenggat waktu pemeriksaan.

“Ketika DJP menyatakan SKP tidak bisa dibatalkan walau melewati batas waktu pemeriksaan, itu sama saja dengan mengatakan DJP boleh melanggar Undang-Undang dan PMK yang jelas-jelas mengatur hal itu. Ini preseden buruk dalam penegakan hukum perpajakan,” ujar Rinto.

Ia menilai, sikap tersebut berpotensi memperlemah posisi wajib pajak dan menciptakan ketimpangan dalam relasi hukum antara negara dan warga negara di bidang perpajakan.

Baca Juga: Praktisi Pajak Ingatkan Ditjen Pajak Tak Boleh Langgar Aturan demi Kejar Setoran

Selanjutnya: 1.102.469 Jemaah Haji Telah Tiba di Arab Saudi, Sambut Hari Arafah 5 Juni 2025

Menarik Dibaca: Pengumuman UTBK SNBT Bisa Dicek di Sini, Berikut 42 Link Resmi dari berbagai PTN!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×