kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Prabowo dan Jokowi sama saja


Kamis, 26 Juni 2014 / 15:30 WIB
Prabowo dan Jokowi sama saja
ILUSTRASI. Teh hijau rendah kafein bisa mengatasi insomnia.


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Ekonom senior INDEF, Didin Damanhuri menilai kedua pasangan calon Presiden (capres) sama-sama, masih menempatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebagai orientasi pembangunan ekonomi. Padahal, banyak negara yang terjebak PDB Oriented, memiliki ketimpangan ekonomi sangat tinggi.

Dia menegaskan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan. "Dunia termasuk Indonesia terjebak oleh PDB oriented, dijebak untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya. Kedua capres begitu," katanya dalam seminar Kajian Tengah Tahun INDEF 2014 bertajuk "Pembaruan Ekonomi atau Status Quo?" di Jakarta, Kamis (26/6).

"Kalau pertumbuhan ekonomi jadi orientasi maka umumnya akan gagal. Bukan gagal mencapai pertumbuhan ekonomi, tapi kesejahteraan rakyatnya dan ketimpangan. Indonesia sejak 10 tahun telah mengalami ketimpangan," lanjut Didin.

Sebagaimana diketahui, capres No.1 Prabowo Subianto menargetkan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga di atas 10 persen, sementara capres No.2 Joko Widodo meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas 7 persen per tahun.

Didin mencontohkan negara maju yang terjebak PDB oriented dan mengalami ketimpangan tinggi adalah Amerika Serikat. "Amerika Serikat PDB oriented. Memang superpower, tapi kemiskinan 18 persen, homeless 12 persen, ada 2 juta gelandangan akibat krisis, dibanding negara maju lainnya AS paling timpang," ujarnya.

Di sisi lain, negara yang menempatkan PDB hanya sebagai salah satu indikator ekonomi, kondisi perekomiannya cenderung stabil. Dia mencontohkan negara tersebut adalah Swedia.

"Misalnya Swedia yang buruhnya paling sejahtera di dunia bersama Jepang. Ini mereka menempatkan PDB sebagai indikator semata," kata Didin. Begitu pula dengan Eropa Utara dan Barat yang menyediakan sistem jaminan sosial yang baik bagi masyarakat.

Atas dasar pengalaman negara-negara tersebut, Didin menyebutkan, pemerintah mendatang perlu melakukan pembaruan ekonomi. "Indonesia terjebak PDB oriented maka perlu diperbarui. Diperlukan revitalisasi terhadap UUD 1945. Harusnya ekonomi kita full pada employment. Orientasi ini seperti dilakukan oleh Jepang. Kita juga sudah punya BPJS tinggal pelaksanaan," tukasnya. ( Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×