Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengevaluasi pengenaan pajak penghasilan (PPh) Final atas sewa tanah dan bangunan. Hal ini jadi fokus Kebijakan Teknis Perpajakan 2020 dengan pertimbangan untuk penegasan pada regulasi yang multi tafsir.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida menanggapi baik adanya evaluasi PPh Final atas sewa tanah dan bangunan. Totok bilang, jenis PPh Final sudah pas, tidak perlu diubah ke dalam ketentuan umum.
“Tetap lebih baik PPh Final, untuk menghindari beda pendapat, mengurangi perbedaan persepsi pembayaran pajak di kemudian hari,” kata Totok kepada Kontan.co.id, Senin (31/8).
Baca Juga: Kemenkeu akan mengevaluasi PPh final atas sewa tanah dan bangunan
Totok berharap, Ditjen Pajak dapat menurunkan tarif PPh Final atas sewa tanah dan bangunan dari 10% menjadi 5%. Alasannya, guna menjadi pemanis investasi di bidang jasa, mengingat saat ini tren penanaman modal dalam negeri dan asing sedang lesu.
Kata Totok, jika dibandingkan dengan tarif PPh Final atas sewa tanah dan bangunan di negara lain, tarif di Indonesia kalah saing. Sebab, rata-rata tarif PPh Final di ASEAN misalnya berkisar di 2,5%-7,5%. Dus, tarif 5% dinilai jadi jalan tengah.
“PPh Final lebih baik diturunkan, dan kita dari REI sudah minta turun sebelumnya dari tiga tahun lalu. Mumpung sekarang pandemi ini bisa membantu dunia usaha dan menggerek investasi,” ujar Totok.
Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bidang Keuangan dan Perbankan Ajib Hamdani menambahkan, biasanya ketentuan jumlah bruto dalam PPh Final atas sewa tanah dan bangunan menjadi pokok masalah.
“Kalau biaya sewanya tentu tidak masalah, tapi karena digabungkan dengan biaya-biaya layanan lainnya, banyak pengusaha keberatan,” kata Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (31/8).
Baca Juga: Tidak Semua Emiten dengan Free Float Minimal 40% Bisa Menikmati Diskon Pajak
Sebagai contoh sewa apartemen, gedung perkantoran, virtual office, yang menjadi objek PPh 4 ayat 2) bukan hanya atas nilai sewanya, melainkan juga tambahan biaya penyertanya seperti Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL), biaya layanan, dan tambahan fasilitas lainnya. Semua harus dipotong 10%, final.