Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) siap memasok data-data ke Direktorat Jenderat Pajak Kementerian Keuangan terkait informasi transaksi keuangan objek pajak yang dinilai bermasalah. Badan tersebut optimistis sinergitas dengan otoritas pajak akan mampu mendeteksi wajib pajak (WP) yang tidak membayar pajak sesuai dengan kewajibannya.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, pihaknya siap mengikuti instruksi presiden untuk melakukan sinergi bersama instasi terkait sebagai upaya pencegahan serta pengawasan terhadap tindakan pencucian uang dan penggelapan pajak. "Kami akan menjadi semacam pemasok data sekaligus analisisnya ke Ditjen Pajak," katanya, Senin (21/3).
Setiap harinya, paling sedikit 150.000 laporan transaksi keuangan yang diterima PPATK. Yusuf bilang, data-data tersebut sejatinya dapat dikembangkan lebih jauh untuk melihat potensi penggelapan dari wajib pajak (WP) tertentu.
Bahkan, menurut Yusuf, berdasarkan uji sampel yang dilakukan, pihaknya memperoleh hasil yang positif. PPATK menemukan data transaksi keuangan WP yang tidak sesuai dengan jumlah pembayaran pajaknya.
"Kami ambil sampel, ternyata dari sampel itu menunjukkan hasil, misalya semula orang itu katakanlah bayar pajak Rp 3 miliar saja, padahal seharusnnya Rp 50 miliar," kata dia.
Menurut dia, dengan adanya arahan dari Presiden Joko Widodo, pihaknya juga siap meningkatkan koordinasi dengan Ditjen Pajak untuk pengembangan data-data lain.
Apalagi, baru-baru ini telah diterbitkan juga PP Nomor 2/2016 terkait kewajiban penyampaian data dan informasi dari instansi pemerintah ataupun swasta.
Menurut Yusuf, dengan kebijakan ini pihaknya tentu akan dapat memperoleh data dari pihak manapun untuk dianalisis, dan kemudian dimanfaatkan oleh Ditjen Pajak.
"Dengan PP itu, maka PPATK akan lebih leluasa untuk meminta data, misalnya ke notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), kemudian lagi ke bank perkreditan rakyat (BPR), atau ke manajer investasi, dan tidak ada lagi alasan rahasia," kata Yusuf.
Berdasarkan hasil rapat terbatas yang digelar Senin (21/3) sore, Presiden Joko Widodo memerintahkan pertama PPTAK, Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, serta Badan Narkotika Nasional (BNN) bersinergi dalam penggunaan data dan informasi terkait wajib pajak (WP). Keempat instansi ini diperintahkan menggunakan data yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News