Reporter: Epung Saepudin | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Bank memotong tabungan nasabahnya itu biasa. Tapi, hati-hati, kalau bank tidak memberikan penjelasan memadai, nasabah bisa menggugat. Agus Soetopo, seorang nasabah Standard Chartered Bank (Stanchart), menggugat bank asal Inggris tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, ia tidak terima dana di rekening tabungannya dipotong bank tanpa perjanjian yang jelas.
Ceritanya, pada April 1999, Agus mengajukan aplikasi kartu kredit Master Gold All in One ke Stanchart. Untuk memiliki duit plastik itu, Agus harus menyetor sebanyak Rp 10 juta dalam bentuk deposito. Agus kemudian membuka deposito dengan jumlah tersebut, sekaligus membuka rekening tabungan dengan setoran awal Rp 5 juta.
Agus menerima laporan keuangan dari Stanchart yang dikirim berkala saban bulan, yang berisi aktivitas keuangan pada rekening tabungan dan rekening deposito. Hanya saja, empat tahun setelah Agus membuka rekening di Stanchart, pada Oktober 2003, tiba-tiba ia mendapati transaksi penarikan atau withdrawal dengan kode deskripsi aktivitas Relationship Maintenance Fee, dengan jumlah sebesar Rp 200.000.
Aktivitas itu terus berlangsung sampai 2006 dengan jumlah yang berbeda. Padahal, Agus mengaku tidak pernah mengadakan kesepakatan dengan Stanchart mengenai pemotongan dana tersebut. Sejak membuka rekening, tidak pernah ada penarikan dengan keterangan tersebut sampai 2003. Penjelasan bank juga tidak memadai.
David Tobing, kuasa hukum Agus, menyatakan, penarikan sepihak oleh Stanchart itu dibuat secara semena-mena, karena tidak jelas dari mana dasar perhitungannya. Bagaimana mungkin Stanchart menuntut pembayaran dari Agus yang begitu besar dan dilakukan secara rutin tiap bulan. "Padahal, tidak ada imbal balik yang diberikan pada Agus atas penarikan itu," katanya, Kamis (4/3).
David menilai Stanchart telah bersalah karena melanggar Peraturan Bank Indonesia No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. David meminta tergugat membayar bunga sebesar 6% per tahun, terhitung sejak November 2003 dan kerugian materiil Rp 2 miliar.
Panji Prasetyo, kuasa hukum Stanchart enggan mengomentari materi perkara ini. "Kita ikuti saja dulu proses hukumnya," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News