Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Posko Disaster and Victim Identification (DVI) untuk korban pesawat AirAsia QZ8501 sempat diwacanakan pindah ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah lantaran kondisi jenazah yang sudah semakin membusuk. Namun pemindahan posko itu akhirnya batal dilakukan karena pertimbangan tenaga ahli dan peralatan yang lebih lengkap ada di RS Bhayangkara Surabaya.
"Jadi memang ada opsi itu, tapi sulit untuk dilaksankan. Kita lihat sendiri, di sini sudah sangat baik kesiapannya. Kondisinya sangat beda terutama untuk tenaga-tenaga ahlinya," kata Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen Jenderal Arthur Tampi di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu (4/1).
Arthur mengaku sulit membagi tenaga ahli ke Pangkalan Bun dan Surabaya yang menjadi posko ante-mortem. Maka dari pertimbangan itu, posko DVI akna tetap berada di Surabaya.
Anggota DVI dari Universitas Indonesia, Prof Budi Sampurna berpendapat proses identifikasi dilakukan Pangkalan Bun atau pun di Surabaya tak akan terlalu banyak berbeda.
"Sama saja kondisinya karena sudah membusuk. Lebih baik di sini (Surabaya) karena pearlatannya lebih lengkap," kata dia.
Saat ini sudah ada 160 tenaga ahli forensik yang bekerja dalam tim Disaster and Victim Identification (DVI) untuk korban pesawat AirAsia QZ8501. Di antara tenaga ahli itu juga terdapat 7 orang tenaga ahli dari Singapura yang sudah bekerja bersama tim sejak semalam.
Mereka bekerja mengidentifikasi 30 jenazah yang tiba di RS Bhayangkara. Sebanyak 6 jenazah di antaranya sudah berhasil teridentifikasi dan dikembalikan kepada pihak keluarga. Sisanya, masih proses identifikasi.
Tim DVI tidak memiliki tenggat waktu dalam melakukan identifikasi. Namun, tim berpacu dengan waktu cepatnya pembusukan terjadi. Supaya pembusukan tak semakin berlanjut, Tim DVI sebenarnya sudah menyiapkan dua kontainer yang dijadikan cold storage penyimpanan jenazah dengan suhu bisa minus derajat celcius. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News