kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.620.000   14.000   0,87%
  • USD/IDR 16.314   -49,00   -0,30%
  • IDX 7.147   73,70   1,04%
  • KOMPAS100 1.052   13,09   1,26%
  • LQ45 828   10,51   1,29%
  • ISSI 213   1,17   0,55%
  • IDX30 428   6,58   1,56%
  • IDXHIDIV20 514   8,29   1,64%
  • IDX80 120   1,29   1,09%
  • IDXV30 122   0,54   0,44%
  • IDXQ30 141   2,12   1,53%

Polri sebut gugatan praperadilan Novel tak jelas


Senin, 01 Juni 2015 / 14:41 WIB
Polri sebut gugatan praperadilan Novel tak jelas
ILUSTRASI. Twibbon Dies Natalis UGM 2023.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tim kuasa hukum Polri menilai gugatan praperadilan yang diajukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, telah melanggar hukum acara dan kabur. Polri meminta agar hakim tunggal yang menangani perkara ini, Suhairi, menolak permohonan Novel.

"Menerima dan mengabulkan eksepsi termohon untuk seluruhnya. Menyatakan permohonan praperadilan dari pemohon tidak dapat diterima," kata kuasa hukum Polri, Ricky HP Sitohang, saat membacakan jawaban atas gugatan praperadilan yang diajukan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (1/6).

Dalam eksepsinya, Ricky menyatakan, Polri menerima panggilan persidangan kedua pada 26 Mei 2015 dari PN Jaksel untuk hadir pada sidang 29 Mei 2015. Dalam panggilan tersebut, PN Jaksel juga melampirkan surat permohonan praperadilan yang diajukan Novel. Namun, surat itu rupanya tidak diberi tanggal dan stempel kepaniteraan PN Jaksel.

"Bahwa di dalam surat permohonan tersebut, sama sekali tidak disebutkan dan tidak dijelaskan bahwa surat permohonan praperadilan yang disampaikan lebih akhir tersebut adalah perubahan atau perbaikan," ujarnya.

Gugatan praperadilan Novel didaftarkan ke PN Jaksel pada 4 Mei 2015 dengan register perkara Nomor 37/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Namun, pada 25 Mei 2015 saat sidang perdana atas perkara ini digelar, tim kuasa hukum Novel mengajukan perbaikan kepada hakim dengan menambahkan sejumlah materi. Saat itu, Polri tak hadir tanpa keterangan.

Menurut Ricky, adanya penambahan materi di dalam permohonan praperadilan dapat digolongkan sebagai surat permohonan praperadilan baru. Oleh sebab itu, surat permohonan yang sebelumnya diajukan pada 4 Mei 2015 harus dicabut terlebih dahulu dan didaftarkan kembali dengan permohonan baru.

"Bahwa pada tanggal 29 Mei 2015, ternyata Pemohon telah membacakan surat permohonan praperadilan yang tidak bertanggal, sehingga akibatnya permohonan ini melanggar hukum acara. Oleh karena itu permohonan yang diajukan pemohon sudah seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima," ujarnya.

Tidak jelas

Tim kuasa hukum Polri selaku termohon menilai bahwa tuntutan yang diajukan Novel tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Setidaknya, ada tiga poin yang menjadi perhatian Polri atas tuntutan Novel. Pertama, Novel meminta agar Polri melakukan audit kerja penyidik yang menangani kasusnya. Kedua, Novel meminta agar Polri meminta maaf kepada dirinya dan keluarganya melalui pemasangan baliho besar di Mabes Polri selama seminggu. Ketiga, Novel meminta ganti rugi sebesar Rp 1.

"Dalam uraian posita dari halaman 1-11 permohonan praperadilan, pemohon sama sekali tidak menyampaikan uraian tentang latar belakang, alasan, maupun dasar-dasar hukum yang menjadi landasan pengajuan tuntutan," ujar Ricky.

Ia berpendapat bahwa majelis hakim seharusnya menolak permohonan yang diajukan Novel. Hal itu karena landasan pengajuan tuntutan yang diajukan Novel tidak berdasar. "Permohonan praperadilan yang diajukan pemohon adalah kabur dan tidak jelas, sehingga seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima," tandasnya. (Dani Prabowo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×